About Me

Follow on Facebook

header blog terbaru

Persiapan Menghadapi Dunia Kerja di Era Transformasi Digital

Posting Komentar
Dunia ketenagakerjaan sedang memanas seiring dengan bergolaknya keadaan dunia. Ke depan dinamika ketenagakerjaan menjadi kian rumit. Bukan hanya karena semakin banyaknya penduduk di dunia, namun juga semakin berkembangnya teknologi yang berimplikasi ke berbagai hal.

Belum tuntas tentang keresahan menjawab kebutuhan dunia kerja yang bertaraf internasional, kini tantangan kembali bertambah. Transformasi digital tampak begitu menyenangkan dan membawa kemudahan.

Tapi ternyata, perkembangan tersebut juga mengharuskan manusia berkompetisi dengan teknologi jika tidak ingin tergantikan begitu saja. Akankah manusia mampu beradaptasi atau tergantikan?

Tantangan Dunia Kerja Kini, Bersaing dengan AI

Menurut World Economic Forum (WEF) pada tahun 2025 akan ada 85 juta pekerjaan manusia yang digantikan oleh mesin. Hal ini dikarenakan semakin cepatnya progresivitas ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan ada transformasi pekerja yang tergantikan oleh ilmu pengetahuan.

Ketika isu otomatisasi berkembang, ada desas desus pekerjaan semacam akuntan, dan pekerjaan administratif lainnya akan digeser oleh mesin kecerdasan. Pun pekerjaan industri pabrik juga akan terdampak dengan mesin otomasi yang lebih menghemat biaya buruh. Para pemilik modal diuntungkan dengan digunakannya mesin kecerdasan yang biaya perawatannya tidak lebih besar daripada menggaji karyawan.

Tidak hanya itu, pada 12 Mei 2022, berbagai peneliti dari DeepMind juga telah membuat agen robotik yang dinamai Gato. Agen ini mampu melakukan banyak tugas seperti halnya manusia, mulai dari bermain game, memberi keterangan gambar, mengobrol, menata batu, hingga memberikan respon teks sesuai konteks.

Belum lama ini, dunia digegerkan oleh artificial intelligence (AI) yang kecerdasannya telah lulus ujian magister setara strata dua. AI ini diproduksi oleh perusahaan OpenAI yang diberi nama Chat GPT. AI ini dapat menjawab segala jenis pertanyaan layaknya mahasiswa S2 dengan IQ diatas rata-rata. Dia juga mampu membuat esai hingga membuat tugas akhir. Selain itu Chat GPT juga mampu membuat coding.

Pada dasarnya AI mampu melakukan pekerjaan yang terpola dengan rumusan algoritmik tertentu. Semua akan tergantung dengan inputan dan kompleksitasnya yang mampu untuk belajar pada hal-hal baru. Dia akan selalu menemukan pola pada berbagai isu yang ada di depannya terutama pada pekerjaan yang berulang.

Maka pekerjaan-pekerjaan yang juga akan tergantikan oleh AI adalah pekerjaan yang pada dasarnya berpola dan berulang. Keunggulan AI adalah pada progresivitas melakukan hal-hal berulang. Limitasi AI lebih besar daripada manusia yang cenderung memiliki rasa bosan. Sehingga hal ini menguntungkan para pengusaha industri untuk memproduksi barang dengan jumlah yang besar.

Tentunya secara kompetensi manusia akan terancam. Kehadiran AI mendistrubsi berbagai pekerjaan manusia bahkan realitas kemanusiaan. Seolah manusia akan berkompetisi dengan AI, jika tidak mereka akan kehilangan pekerjaan.

Kehadiran AI ini bisa kita lihat sebagai peluang manusia untuk menemukan kembali pekerjaan yang esensial. Pekerjaan ini adalah pekerjaan non robotik yang membuat manusia kembali pada hakikat kemanusiaannya. AI bekerja berada di ranah “simbolik” bukan ide. Artinya AI hanya menangkap gagasan atau pola, bukan pada kekuatan kesadaran.

John Searle filsuf Amerika Serikat melakukan pengujian terhadap AI. Dia berkesimpulan bahwa mesin kecerdasan tidak mengimitasi kemampuan memahami. Level literasi AI berada pada level membaca dan menghafalkan pola bukan pada merasakan pengalaman batin manusia.

Maka dengan adanya AI yang kelak bisa jadi menjadi sebuah fenomena objektif tidak harus kita risaukan terlalu besar. WEF pun memberikan catatan, bahwa dengan hilangnya 85 juta pekerjaan di tahun 2025, dibarengi dengan bertambahnya 95 juta pekerjaan baru yang mengharuskan manusia untuk adaptif terhadap teknologi.

Meningkatkan Kompetensi Global di Era Transformasi Digital

Peradaban manusia telah melewati berbagai zaman yang membentuk karakter masyarakatnya dengan tipe yang berbeda di setiap periode. Secara ekonomi manusia terbentuk untuk memanfaatkan alam untuk kebutuhannya mulai dari zaman berburu pengumpul, revolusi pertanian, revolusi industri hingga hari ini revolusi teknologi informasi.

Terdapat berbagai paradoks di tiap zaman. Terkadang kemajuan zaman memberikan berkah evolutif untuk materialitas manusia, namun di sisi lain mereduksi sisi humanitas manusia. Pekerjaan di era industrialisasi memang menjadikan manusia semakin mampu berdaya untuk memanfaatkan alam dijadikan bahan-bahan industri. Tapi era ini tidak jarang menghasilkan manusia-manusia robotik karena pekerjaan yang berulang.

Di era informasi ini, dengan kemudahan AI dan kemudahan setiap orang belajar di mana saja dan kapan saja, tidak lepas dari reduksionisme kemanusiaan. Banyak orang yang terjebak dalam kebingungan berbagai informasi. Tidak jarang mereka yang terpedaya oleh glorifikasi informasi. Homo sapiens yang berubah menjadi homo digitalis namun tragisnya menjadi homo brutalis.

Disinilah diperlukan kesadaran untuk berdamai pada teknologi dengan berakrab ria pada instrumen untuk berteman dengannya. Agar kita mampu memahami teknologi tentunya kita harus dapat memahami bahasa teknologi itu sendiri. Setidaknya keterampilan digital di era ini diperlukan, tidak hanya sebatas keterampilan literasi dan numerasi namun juga keterampilan humanis.

Perlu kiranya memahami kembali relasi antara manusia dengan teknologi informasi-komputasi ini. Menurut berbagai pakar digital, ada beberapa hal untuk mengembangkan kemampuan digital, yaitu kemampuan kognitif, kemampuan interpersonal, self leadership dan digital learning.

Untuk itulah sistem pendidikan kita perlu direformasi agar kompatibel dengan kompetensi global. Kompetensi bekerja ini tidak hanya sekedar menjadi “budak zaman” semata. Namun juga juga mampu berdaya saing dalam era baru dan tetap menjadi manusia seutuhnya.

Menyiapkan Generasi Berkompetensi Global Bersama Sampoerna University

Sebagai satu-satunya universitas yang menerapkan standar kurikulum pendidikan internasional, fakultas, fasilitas, dan operasional Amerika Serikat di Indonesia, Sampoerna University menjadi perguruan tinggi yang tepat jika ingin mengakselerasi pengembangan kompetensi bekerja.

Melalui Program Gelar Ganda, memungkinkan peserta didiknya untuk belajar dan lulus dengan 2 gelar yang terakreditasi pula dari University of Arizona. Tentunya program ini akan sangat menguntungkan karena secara tidak langsung membawa pada mobilitas global.

Tidak cukup sampai disitu, fakultas yang ada menawarkan berbagai jurusan yang memang dibutuhkan dalam perkembangan ekonomi dan pembangunan di era disrupsi teknologi. Belum lagi puluhan universitas yang menjadi mitra pendidikan akan lebih memantapkan langkah dalam keterbukaan informasi dan komunikasi, serta kolaborasi dan sinergi.

Peran kurikulum internasional juga sangat berpengaruh dalam membangun mindset peserta didik. Ekosistem internasional yang dibangun di lingkungan kampus, tentu turut membentuk sudut pandang dan perilaku para lulusannya dalam melihat permasalahan dunia.

Kehadiran Sampoerna University menjadi angin segar bagi sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Sekaligus memperkaya potensi anak bangsa dengan skill yang lebih spesifik dan bisa menjawab tantangan zaman.

Related Posts

Posting Komentar