About Me

Follow on Facebook

header blog terbaru

Gangguan Kecemasan Karena AI, Menjadi Tantangan Baru Bagi Isu Kesehatan Mental

Posting Komentar
artificial intelligence
Di penghujung Maret lalu, muncul berita tewasnya seorang lelaki asal Belgia karena teknologi Artificial Intelligence (AI). Melansir dari New York Post, lelaki berusia 30an tahun tersebut bunuh diri karena dihasut oleh chatbot AI setelah berkomunikasi intensif selama 6 hari terkait kekhawatirannya tentang bencana iklim di masa depan.

Satu bulan setelahnya, dunia dihebohkan dengan berita mundurnya Geoffrey Hinton dari Google sembari memberi peringatan bahaya AI bagi umat manusia. Lelaki berusia 75 tahun yang dijuluki bapak kecerdasan buatan ini kepada BBC menyampaikan bahwa chatbot sebentar lagi dapat melampaui level informasi yang mampu disimpan otak manusia. Hal tersebut akan menakutkan jika tidak dikelola secara bijak dan bertanggung jawab.

Kehadiran AI memang dirancang untuk memudahkan manusia dan kini mulai diterapkan hampir di semua aspek kehidupan. Sistem neural network yang mirip dengan kemampuan otak manusia dalam mempelajari dan memproses informasi, memungkinkan proses deep learning hingga tanpa disadari mengubah cara manusia bekerja, berkomunikasi, mengakses serta mengolah informasi.

Di sisi lain, kesehatan mental merupakan salah satu isu global yang belum ditangani dengan baik. Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2022 di seluruh penjuru dunia terdapat 300 juta orang mengalami gangguan jiwa seperti depresi, bipolar, dementia. Termasuk 24 juta orang diantaranya mengalami skizofrenia.

Belum tuntasnya masalah kesehatan mental serta dihadapkan pada perkembangan AI, menjadi tantangan baru. Melalui cyberpsychology, atau juga dikenal sebagai psikologi yang mengkaji dampak teknologi terhadap perilaku manusia, AI berpotensi menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi kesehatan mental.

AI yang dasarnya adalah kecerdasan digital dan bergantung inputan, tentu sangat berbeda dengan penalaran manusia yang didukung faktor biologis dan melibatkan aspek insting maupun feeling. Sehingga perkembangan yang terlalu cepat, dinilai berbahaya bagi umat manusia.

Sebagian besar masyarakat, telah menyambut baik kehadiran AI di tengah kehidupan mereka. Tapi, tidak sedikit pula yang justru mengalami kecemasan saat pertama kali menggunakannya. Bukan saja tentang sistem kerja dan hasilnya, namun juga cemas karena merasa tergantikan.

Jenis Gangguan Kecemasan Karena AI

gangguan kecemasan karena AI
Tidak bisa dipungkiri bahwa AI untuk menggantikan pekerjaan manusia, telah diproyeksikan di berbagai sektor. Baik itu industri, kesehatan, keamanan, pendidikan, bahkan rumah tangga. Dari sebuah studi yang dilakukan oleh seorang profesor sosiologi dari Brigham Young University pada 2000 orang, 14% responden melaporkan bahwa pekerjaan mereka telah digantikan oleh robot.

Semakin pesat perkembangan AI, semakin cepat pula orang harus beradaptasi dengan perubahan agar tidak mudah tergantikan. Hal ini berpotensi menghadirkan rasa takut, khawatir, kurang percaya diri, dan tidak nyaman jika harus kalah dari mesin.

Ketika perasaan tersebut muncul terlalu intens, akan mengakibatkan gangguan kesehatan mental dengan gejala berkeringat, jantung berdebar, sakit perut, mual, nafas pendek, hilang selera makan, hingga insomnia. Jika sudah demikian, seseorang bisa saja mengalami gangguan kecemasan atau anxiety disorder.

Beberapa jenis gangguan kecemasan yang mungkin terjadi, yaitu

1. Gangguan panik

Berupa serangan panik yang terjadi secara tiba-tiba dan dapat berulang kapan saja. Ditandai dengan gemetar, berkeringat, ketakutan, nyeri dada, jantung berdebar, hingga merasa di ujung tanduk.

2. Gangguan kecemasan sosial

Biasanya dialami oleh orang yang merasa panik ataupun takut ketika berhadapan dengan situasi sosial atau berinteraksi dengan orang. Membuat seseorang takut, tidak suka berinteraksi dengan orang lain, merasa rendah diri, menghindari kontak mata, dan takut di tempat umum.

3. Gangguan kecemasan umum atau Generalized Anxiety Disorder (GAD)

Merupakan kecemasan yang berlangsung lama (lebih dari 6 bulan) dengan gejala yang berulang. Ditandai dengan gemetar, keringat dingin, otot tegang, pusing, mudah marah, sulit tidur, dada berdebar, mudah lelah, nafsu makan menurun dan susah berkonsentrasi.

4. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Merupakan gangguan kecemasan yang dipicu oleh trauma pengalaman masa lalu. Gejalanya antara lain flash back, mengisolasi diri, emosi tidak stabil, sulit tidur dan konsentrasi, muncul perasaan negatif untuk melukai diri sendiri.

5. Obsessive Compulsive Disorder (OCD)

Gangguan ini ditandai dengan munculnya pikiran negatif yang membuat gelisah, takut dan khawatir berlebihan. Biasanya terjadi berkaitan dengan kebersihan dan keselamatan yang berlebihan sehingga penderita melakukan hal-hal yang tidak perlu.

Rentannya AI berdampak serius pada masalah kesehatan mental, selain memang perlu dikaji dan dibuat sistem yang lebih aman digunakan dalam batasan-batasan tertentu, juga sebaiknya seseorang perlu memahami kondisi dirinya sebelum benar-benar memanfaatkan kecanggihan teknologi.

Jika dirasa memiliki gangguan kesehatan mental yang cukup serius, ada baiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan pakar atau tenaga profesional tentang keamanan penggunaan bagi diri sendiri. Jika terpaksa menggunakan AI, cukup gunakan yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan tanpa berlebihan agar tidak mudah kecanduan dan menimbulkan efek buruk yang lebih serius.


Referensi:
  1. Cheng-Tek Tai, Michael. “The impact of artificial intelligence on human society and bioethics”. Tzu Chi Medical Journal, Vol. 32, 4 (2020): 339-343.
  2. https://www.bbvaopenmind.com/en/technology/digital-world/psychological-impacts-of-using-ai/ diakses pada 12 Oktober 2023 pukul 21.30 WIB.
  3. https://glair.ai/blog-posts-id/manfaat-dan-kekurangan-artificial-intelligence-untuk-\kesehatan-mental diakses pada 12 Okrober 2023 pukul 22.00 WIB.
  4. https://nypost.com/2023/03/30/married-father-commits-suicide-after-encouragement-by-ai-chatbot-widow/ diakses pada 13 Oktober 2023 pukul 20.40 WIB.
  5. https://progresaid.medium.com/justifikasi-digitalisasi-pada-kesehatan-mental-etiskah-f87b2eb0badd diakses pada 13 Oktober 2023 pukul 20.55 WIB.

Related Posts

Posting Komentar