header blog terbaru

Menerapkan Gaya Hidup Berkelanjutan Untuk Menjaga Kesehatan Mental

15 komentar
gaya hidup berkelanjutan
Krisis iklim kini menjadi ancaman yang semakin nyata. Perubahan suhu ekstrem tidak hanya berakibat buruk pada kesehatan fisik, juga disinyalir dapat mengganggu kesejahteraan diri dan menyebabkan gangguan mental.

Psychiatry Research yang berbasis di London mengungkapkan, jika anak-anak sejak usia 12 tahun sudah terpapar udara kotor, maka resiko mengalami depresi menjadi 3-4 kali lebih besar ketika mereka mencapai usia 18 tahun. Sebuah studi terpisah yang dilakukan oleh Cincinnati Children’s Hospital Medical Center juga mengemukakan korelasi lonjakan polusi udara akibat kendaraan mampu meningkatkan kecemasan terutama bagi anak-anak.

Sementara itu, survey yang dilakukan oleh tim peneliti dari University of Bath pada 10.000 anak muda berusia 16-25 tahun dari berbagai negara memperlihatkan bahwa lebih dari 50% responden menyatakan bahwa mereka merasa cemas, sedih, tak berdaya, dan bersalah terhadap perubahan iklim. Ini akan memicu gelombang fenomena eco-anxiety.

Menurut American Psychiatric Association (APA), eco-anxiety menggambarkan kecemasan lingkungan, sebagai bentuk ketakutan kronis akan kehancuran lingkungan. Meski belum dikategorikan sebagai gangguan klinis, tapi kecemasan ini berpotensi memicu sensasi fisik dan emosional sebagaimana gangguan kecemasan lainnya.

Dalam beberapa studi disebutkan, cara individu untuk mengatasi ketakutan akan bencana iklim dan masa depan Bumi bisa diatasi dengan mengurangi jejak karbon. Termasuk meningkatkan ekoliterasi dan menerapkan gaya hidup berkelanjutan untuk mendukung kesehatan fisik dan mental serta bermanfaat bagi lingkungan.

Hubungan Gaya Hidup Berkelanjutan dengan Kesehatan Mental

kesehatan mental
Seiring dengan maraknya pemberitaan tentang perubahan iklim, perlahan-lahan orang mulai mengubah kebiasaan hidupnya menjadi lebih berorientasi pada lingkungan. Sebut saja gerakan zero waste, gaya hidup minimalis, dan gaya hidup berkelanjutan yang kini mulai banyak dipraktekkan.

Gaya hidup berkelanjutan atau sustainable lifestyle sendiri merupakan cara hidup berkesadaran dan memiliki pandangan jangka panjang. Sebab, apapun yang kita lakukan saat ini akan berpengaruh pada kondisi lingkungan.

Untuk menerapkannya, terlebih dahulu kita bisa memposisikan diri sebagai bagian dari lingkungan. Kemudian, perkuat dengan menyadari bahwa sumber daya alam itu terbatas dan bisa habis jika terus menerus dieksploitasi. Sehingga kita bisa lebih bijak dalam pemenuhan kebutuhan, bukan sekedar keinginan.

Tidak hanya dalam segi ekologi, menerapkan gaya hidup berkelanjutan ternyata bisa berdampak positif bagi kesehatan mental. Hal ini dikarenakan kita menjadi lebih mindful dalam bertindak dan mengambil keputusan dengan tetap memperhatikan kelestarian alam.

Aktivitas Berbasis Alam Untuk Menjaga Kesehatan Mental

Pada tahun 1984, seorang ahli biologi bernama Edward O.Wilson memperkenalkan konsep biofilia. Beliau mengungkapkan bahwa secara bawaan, manusia punya kecenderungan untuk terhubung dengan alam atau lingkungannya. Tidak mengherankan jika sebagian orang merasa lebih rileks ketika melihat tumbuhan maupun hewan.

beraktivitas di alam
Tidak hanya itu, hasil studi yang dipublikasikan di Frontiers in Psychology memperlihatkan bahwa menghabiskan 20 menit di alam dapat menurunkan hormon stress. Bahkan, telah diadopsi menjadi ekoterapi sebagai program mensejahterakan mental dan fisik melalui aktivitas di alam.

Menerapkan gaya hidup berkelanjutan, akan mendorong seseorang untuk memusatkan aktivitasnya demi kelestarian alam dan terlibat untuk aktif menjaganya. Oleh sebab itu, ketika semakin dekat dengan alam, akan semakin besar pula peluang berkurangnya hormon stress.

Gaya Hidup Berkelanjutan Meningkatkan Makna Diri

Menerapkan gaya hidup berkelanjutan menekankan pada kesadaran yang mampu meningkatkan kontrol diri. Seperti tidak mengkonsumsi berlebihan demi menjaga kelestarian lingkungan dari sampah belanjaan.

Kita juga akan merasa terhubung dengan alam dan lingkungan, menyadari bahwa ada yang lebih besar dari diri kita sendiri. Dengan kesadaran tersebut meningkatkan rasa syukur, mengingatkan akan tujuan hidup dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Di sisi lain, menerapkan gaya hidup berkelanjutan dapat menjadi cara untuk terhubung dengan orang yang memiliki nilai-nilai yang sama. Hal ini dapat meningkatkan rasa kebersamaan dan dukungan sosial untuk memenuhi kesejahteraan diri.

Gaya Hidup Berkelanjutan dan Kesejahteraan Finansial

gaya hidup berkelanjutan untuk kesejahteraan finansial
Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi keuangan seseorang akan berpengaruh pada kesehatan mental. Dengan financial secure, orang tidak mudah mencemaskan akan pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Belakangan ini, marak dengan frugal living, sebuah gaya hidup yang mengacu pada prinsip menekan sedikit mungkin pengeluaran. Salah satunya dengan mendorong orang untuk meminimalisir pembelian barang.

Praktek frugal living yang bijak juga akan berdampak positif bagi lingkungan. Bukan sekedar penghematan, tetapi juga mengurangi penggunaan energi dan jumlah limbah industri mulai dari produksi hingga distribusi.

Bahkan, menurut kaporan dari The Wildlife Trusts, memiliki kebun di rumah bisa menghemat pengeluaran untuk pemeliharaan kesehatan. Sementara memberi makan burung, disinyalir dapat mengurangi rasa kesepian dan isolasi sosial.

Permasalahan iklim memaksa setiap orang untuk memperbaiki gaya hidupnya. Bukan lagi tentang kerusakan alam, tapi ada banyak aspek kehidupan yang terdampak baik yang bisa dirasakan secara langsung maupun tidak.

Barangkali belum banyak yang menyadari bahwa krisis iklim juga menyebabkan kesehatan mental terganggu. Untuk itu, perlu kesadaran diri dalam menjalani aktivitas harian dengan lebih memperhatikan lingkungan melalui gaya hidup berkelanjutan.




Referensi:
  1. Hickman, Caroline, et al., Climate anxiety in children and young people and their beliefs about government responses to climate change: a global survey. Lancet Planet Health 2021; 5: e863–73.
  2. https://www.earth.com/news/air-pollution-mental-health-children/ diakses pada tanggal 24 Oktober 2023 pukul 22.00 WIB.
  3. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2060/fenomena-eco-anxiety-pada-generasi-muda diakses pada tanggal 25 Oktober 2023 pukul 20.25 WIB.
  4. https://www.wildlifetrusts.org/news/health-projects-save-nhs-time-and-money diakses pada tanggal 25 Oktober 21.00 WIB.

Related Posts

15 komentar

  1. Wah baru sadar kalau krisis iklim ini ternyata berimbas ke kesehatan mental juga. Memang kompleks ya, masalah ini. Namanya juga satu-satunya tempat tinggal manusia. Kalau ada tanda-tanda rusak, pasti cemas ga karuan. Mudah-mudahan kita semua lebih mudah beraksi nyata mencegah krisis iklim semakin parah

    BalasHapus
  2. Healing yang bisa memulihkan kesehatan mental mungkin bisa dicapai dengan mendekatkan kita kepada lingkungan ya

    BalasHapus
  3. gaya hidup berkelanjutan ternyata bisa menyentuh banyak sisi ya mbak. Keuangan, kenyamanan , dan masa depan manusianya. Noted

    BalasHapus
  4. Aahhh akhirnya aku menemukan jawaban kenapa kita harus sadar dan peduli lingkungan. Soalnya banyak banget pertanyaan aku tentang lingkungan. Emang harus sadar dan mind set nya dirubah ya. Harus memposisikan kita bagian dari lingkungan. Sumber daya bisa habis dan dampaknya jangka panjang. Keren banget sih mbaaa.

    BalasHapus
  5. mungkin sudah saatnya manusia lebih peduli dengan lingkungan sekitar, kalau masih cuek saja mungkin beberapa puluh tahun lagi bumi sudah tidak bisa lagi ditinggali oleh manusia

    BalasHapus
  6. Aku termasuk yang ga menyadari bahwa perubahan iklim juga berpengaruh ke terganggunya kesehatan mental mbak, ternyata baru paham sekarang, pengaruh juga ke finansial ya, kembali ke alam memang lebih baik kok ya

    BalasHapus
  7. Saya pun merasakan ketika pindah rumah dan sekarang rumah barunya lebih dekat dengan nuansa alam dengan sisi kanan kiri ladang, sawah, kebun, dan bahkan hutan, hidup terasa lebih menyatu dengan alam dan stress release juga ketika bangun saja sudah disambut dengan pemandangan hijau di sekeliling rumah. Merasa lebih sehat saja mentalnya

    BalasHapus
  8. Frugal living-nya yang bijak, ya, Mbak? Kalau frugal living yang ugal-ugalan malah menyiksa diri. Gaya hidup berkelanjutan, saya pikir hanya berhubungan dengan linkungan. Namun ternyata bisa juga berimbas pada kesehatan mental dan keuangan.

    BalasHapus
  9. Nah bener kan emang kalau kita bersentuhan dengan alam atau terhubung dengan alam, memang jadi lebih rileks. Makanya aku suka berkebun, kalau sedang banyak deadline, biar kesehatan mentalku baik haha

    BalasHapus
  10. Setelah baca artikel dari mbak ufie, aku jd menyadari tentang kesehatan mental yang tidak kita sadari, ibarat ke alam mau healing eh liat kondisi lingkungan malah bikin illfeel malah

    BalasHapus
  11. Tapi alam memang menenangkan si, bisa jadi pilihan kalau butuh healing karena rasanya tenang aja.

    BalasHapus
  12. Hal yang ingin banget aq punya yaitu punya kebun Disamping menjaga gaya hidup berkelanjutan, kebun yang kita punya dapat memperbaiki mental kita.

    BalasHapus
  13. Woah ini berkelas sekali tulisannya. Nggak nyangka ya kalo ternyata sustainable living tuh berpengaruh juga sebenarnya ke kesehatan mental. Bener juga sih, rasanya kalo habis bersentuhan langsung dengan alam tuh pikiran jadi lebih fresh... Bisa nggak sih hutannya dibawa ke rumah aja biar mental ini terjaga selalu :"

    BalasHapus
  14. Wah sebuah point of view yang mulai sering dilupakan nih :') betul memang gaya hidup berkelanjutan ngaruh ke mental sih, karena berkaitan sama pemaknaan hidup juga untuk bisa turut jadi manusia yg berkontribusi dalam penjagaan bumi. Nantinya bumi bisa kita nikmati untuk healing, bahkan dari rumah juga bisa dengan menyediakan "alam" yang bisa "dinikmati" :')

    BalasHapus
  15. wah baru tau kalau anak yang terpapar udara kotor berpengaruh ke kondisi mentalnya bertahun-tahun mendatang :'( gak heran ya kalau sekarang marak banget campaign tentang penghijauan dan kepedulian lingkungan

    BalasHapus

Posting Komentar