About Me

Follow on Facebook

header blog terbaru

Dengar Alam Bernyanyi: Bersama Menjaga Hutan Untuk Masa Depan

Posting Komentar
lagu tentang peduli bumi
Terbesit rasa malu ketika saya menghirup udara segar setiap harinya. Bukan hanya karena tinggal di daerah pegunungan, tapi juga tanggung jawab menjaga hutan untuk masa depan yang belum saya tunaikan sepenuhnya.

Mengapa harus hutan? Jawabannya sederhana namun sukses membuat saya berpikir untuk menjabarkan keresahan yang semakin lama kian bertambah.

Saya dibesarkan di Wonosobo yang memang sudah terkenal dengan keindahan pesona alamnya, yaitu dataran tinggi Dieng. Barangkali, tidak banyak yang tahu bahwa Dieng dijadikan sebagai kawasan fungsi lindung bagi beberapa kabupaten di sekitarnya.

Selain Dieng, rumah orang tua saya yang terletak di kecamatan paling selatan dari wilayah administratif Kabupaten Wonosobo, menjadi daerah penghasil kayu terbesar yang mayoritas diambil dari hutan produksi. Tentu dua alasan tersebut sudah lebih dari cukup mengapa hutan terasa amat dekat dalam keseharian saya.

Sejauh apapun merantau untuk belajar dan bekerja, nyatanya takdir Tuhan membawa saya kembali ke kota ini. Meski boleh dibilang jauh dari fasilitas modern yang memadai, tapi saya percaya ada ketentuan baik di dalamnya, termasuk agar terus dekat dengan alam.

Masih jelas dalam ingatan ketika kuliah di Surabaya maupun bekerja di Yogyakarta, saya selalu menyempatkan untuk mendaki gunung dan menyusuri hutan. Terlebih lagi, pegunungan dan hutan yang ada di Wonosobo seperti dua gunung kembar Sindoro dan Sumbing, Gunung Prau, Sikunir, Pakuwaja, dan beberapa bukit kecil lainnya masih memiliki kawasan hutan pegunungan yang khas.
hutan terdekat
Di tahun 2015, ada satu momen pendakian di salah satu gunung yang dianggap sakral oleh penduduk setempat, yang saya bersyukur untuk saat ini rute pendakiannya telah ditutup. Ketika bertanya jalur pendakian kepada salah seorang penduduk, beliau mewanti-wanti untuk berhati-hati jikalau ada yang ngithik-ngithiki.

Barangkali, sebagian besar dari kita menerjemahkannya sebagai sebuah mitos atau sekedar menakut-nakuti. Siapa juga kan yang akan menggelitiki di tengah jalur pendakian selain sesama pendaki?

Namun, jika kita pahami lebih dalam, bisa jadi cerita tersebut dan apa yang berkembang di masyarakat terdahulu, disampaikan dari mulut ke mulut sebagai upaya mereka menjaga kelestarian alam dari kerusakan akibat ulah manusia itu sendiri.

Sebut saja mitos angker yang sering beredar di wilayah yang dihuni oleh masyarakat adat, seperti di hutan lindung Baluran dan Gilimanuk. Mereka mengkeramatkan beberapa wilayah hutan dengan melakukan ritual-ritual tertentu untuk menjunjung kebudayaan yang diwariskan oleh leluhur sehingga tidak boleh sembarang orang menjamahnya.

Jika ditinjau secara sosial budaya, bisa jadi mitos adalah upaya terbaik di masa lampau untuk melindungi hutan tempat mereka tinggal. Meski tidak pernah terbukti secara ilmiah, nyatanya cara tersebut membuat generasi setelah mereka tetap dekat dengan hutan tanpa harus merusaknya. Bahkan, pemerintah setempat tetap bekerja sama dengan masyarakat adat untuk menjaga kelestariannya.

Kembali pada cerita pendakian di salah satu serangkaian pegunungan Dieng. Jika boleh menggambarkan, sebelum mencapai puncak saya harus melewati hutan dengan rumput-rumput yang masih tinggi–bahkan beberapa bagian masih setinggi dada orang dewasa. Pohon cemara, pohon kecubung, beberapa pohon carica liar yang buahnya tidak pernah dipetik, dan beberapa pepohonan lain yang saya tidak tahu namanya, tumbuh berdampingan dengan tinggi menjulang.

Menelusurinya di pagi hari, membuat baju kami basah kuyup layaknya terguyur hujan. Kabut tipis yang beradu dengan udara dingin dan embun menambah syahdu suasana. Belum lagi cuitan burung bersahutan yang entah bahagia atau merasa terganggu dengan kehadiran kami.

Langkah-langkah kami tidak terdengar, sebab terkalahkan dengan gesekan rerumputan karena kaki kami serta dedaunan di atas pohon yang tertiup angin. Sesekali terdengar suara lirih serangga yang tetap terdengar karena hampir tidak orang selain rombongan kami yang berjumlah 4 orang.

Saya rasa, sejauh ini pendakian tersebut adalah pengalaman terbaik, dipertemukan dengan hutan gunung yang terbaik pula. Seumur-umur tinggal di dekat wilayah Dieng, baru saat itulah saya mendapati suasana hutan yang begitu romantis dengan harmonisasi alamnya.

Beberapa waktu berselang, saya mendengar bahwa gunung tersebut tak lagi membuka jalur pendakian. Sedih? Tentu saja tidak, saya justru sangat bersyukur karena jika tetap di buka, pastinya sedikit banyak akan merubah kondisi hutan yang mulai terjamah oleh para pendaki.

Sayangnya, ancaman yang mungkin saja terjadi baik itu dalam waktu dekat maupun jangka panjang adalah alih fungsi lahan untuk tanaman pertanian yang hasilnya menjanjikan. Ingin protes, toh saya juga menikmati hasilnya, membeli di pasar untuk ketahanan pangan lokal.

Sesekali saya merenung dan merindukan hutan tersebut, sambil memikirkan apakah putri kecil saya yang saat ini belum genap berusia 2 tahun, kelak masih bisa menikmati suasana seperti itu? Sebuah pertanyaan yang justru menghadirkan harapan dan keresahan sekaligus.
berdekatan dengan alam
Jika membaca buku Suta Naya Dhadhap Waru: Manusia Jawa dan Tumbuhan karya almarhum Iman Budi Santosa, kita bisa belajar dari orang-orang terdahulu yang mengabadikan nama tumbuhan sebagai nama suatu daerah. Tergambarkan betapa leluhur kita sangat menghormati dan menghargai tumbuhan, bahkan memuliakannya.

Berbagai jenis tumbuhan yang menyebar di seluruh hutan, memiliki fungsi penting dalam mengatur kehidupan bumi. Pepohonan akan memainkan perannya sebagai penghasil makanan, mengambil karbondioksida dari udara, menghisap air dari tanah dan menyalurkannya ke tiap bagian tubuhnya, serta menyerap cahaya dari matahari.

Mengingat begitu pentingnya keberadaan pohon, menjadi inspirasi bagi saya membuat blog impian ini yang logonya mengambil filosofi pohon raksasa sequioa. Semata-mata untuk menjaga semangat blogging sekaligus membangun rumah digital yang tak pernah lupa pada keberadaan alam.

Dengan keteraturan alam yang begitu sempurna atas kuasaNya, masihkah kita tidak tergugah untuk menjaga dengan sebaik-baiknya? Masihkah kita mendatangi hutan untuk kesenangan sesaat dan memenuhi beranda media sosial kita tanpa memberi dampak positif pada alam? Pertanyaan seperti itulah yang perlu kita tanyakan pada diri sendiri, sebagai manusia yang ditangannya Tuhan titipkan kelestarian alam.

Fakta Membanggakan Hutan Indonesia

Kini, saat belum bisa lagi mengunjungi hutan, saya disadarkan oleh lagu ‘Dengar Alam Bernyanyi’ yang dinyanyikan sangat indah oleh Laleilmanino bersama Chicco Jerikho, Hivi! & Sheila Dara. Lagu yang easy listening namun dengan lirik yang begitu dalam maknanya, seolah menyuarakan isi hati alam agar lebih didengar manusia.

Melihat behind the story pembuatan lagu ini di tengah hutan Situ Gunung, seperti menggambarkan harmonisasi alam yang mengundang manusia untuk menjamahnya dalam rangka menyimak keluh kesahnya. Diperkuat dengan karakter masing-masing pengisi dalam bagian lagu tersebut, menjadikan lirik demi liriknya terasa lebih hidup.

Chicco Jerikho digambarkan sebagai pohon besar, Laleilmanino sebagai orang utan, Hivi! Sebagai sekumpulan burung, dan Sheila Dara sebagai peri hutan. Keempatnya merepresentasikan entitas yang tidak terpisahkan dari hutan.

Pohon, burung, dan orang utan sudah jelas mewakili keberadaan flora dan fauna yang tidak terlepas dari hutan. Namun peri hutan yang kerap hanya muncul dalam fiksi, membuat saya bertanya-tanya mengapa Laleilmanino memilih karakter ini?

Layaknya mitos yang memberikan sentuhan kekuatan khusus, tampaknya munculnya peri hutan di dalam visualisasi lagu ini adalah menggambarkan keajaiban. Seperti peri hutan untuk menyembuhkan dan berubah wujud, selalu ada harapan atas keajaiban sebagai pelipur lara kondisi alam kita yang memprihatinkan. Baik itu keajaiban yang memang sudah menjadi anugrah Tuhan, atau kesadaran manusia yang mampu menjadi obat mujarab.

Bicara tentang hutan dalam lagu Dengar Alam Bernyanyi, merepresentasikan betapa luar biasanya hutan di negara kita. Pada akhir tahun 2021, tercatat luas tutupan hutan di Indonesia mencapai 95,6 juta hektare atau hampir mencapai 51% luas daratan di Indonesia. Terdiri dari 46,9 juta hektare hutan primer, 43,1 juta hektar hutan sekunder, dan 5,4 juta hektare hutan tanaman.

Berikut beberapa fakta membanggakan dari hutan Indonesia:

1. Salah satu hutan terluas di dunia

Menurut data Forest Watch Indonesia (FWI), sebuah lembaga independen pemantau hutan Indonesia, menduduki urutan ketiga terluas daratan yang masih tertutup dengan hutan tropis serta hutan hujan dari Kalimantan dan Papua. Selalu kita sadari, bahwa #IndonesiaBikinBangga dengan keberadaan hutannya.

2. Keanekaragaman hayati yang sangat tinggi

Dalam lagu 'Dengar Alam Bernyanyi' dengan pengisi suaranya yang dikarakterkan seperti orang utan, pohon, dan burung menggambarkan keanekaragaman hayati hutan Indonesia yang sangat tinggi. Hutan menjadi rumah bagi beraneka satwa dan tumbuhan.

3. Menstabilkan iklim dan cuaca global

Dalam barisan lirik lagu 'Dengar Alam Bernyanyi' ada kalimat yang menyadarkan kita betapa hutan punya peran besar bagi kehidupan manusia, yang sekaligus merepresentasikan hutan Indonesia.

Bila kau lelah dengan panasnya hari
Jagalah kami agar sejukmu kembali
Bersatulah, hajar selimut polusi
Ingatlah, hai, wahai kau manusia
Tuhan menitipkan aku
Ho, di genggam tanganmu

Lirik lagu tersebut selaras dengan keberadaan ekosistem hutan Indonesia yang berkontribusi dalam menyimpan karbon sebanyak 25% karbon dunia ditambah sejumlah 20% dengan kawasan hutan lainnya. Sekaligus memiliki peran penting sebagai penyedia air bersih, menurunkan kadar pencemaran udara, pengendalian suhu dan kelembaban, serta mencegah berbagai bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, hingga tsunami.

4. Menyimpan potensi energi mikrobiologi

Hutan tropis di Indonesia menyimpan banyak potensi energi mikrobiologi yang dibutuhkan oleh dunia. Menurut sebuah penelitian oleh ahli mikrobiologi dari Amerika, di masa yang akan datang mikroba akan menjadi sumber pangan.

Pada tahun 2050 diprediksikan penduduk bumi akan berjumlah 9,6 miliar. Jika pola konsumsi pangan masih seperti sekarang, di tahun tersebut akan kekurangan pangan hingga 30 persen. Untuk itulah dunia membutuhkan jasa baik mikroba sebagai sumber pangan alternatif. Wah, ternyata #HutanKitaSultan yang menjadi elemen penting bagi keberlangsungan hidup umat manusia di masa mendatang ya...

Ancaman Terbesar Hutan Indonesia

Tanpa kita sadari, hutan memiliki kaitan erat dengan peradaban manusia. Tidak hanya kualitas air yang baik, udara segar, juga tanah yang subur, kita mengambil hasil hutan untuk 3 kebutuhan pokok manusia. Sandang, pangan, hingga papan tercukupi dari hasil hutan.

Keberadaan peradaban yang masih bertahan karena hutan memberi perlindungan dari berbagai bentuk bencana pun menjadi bukti betapa dekatnya kita dengan alam. Sayangnya, dari semula yang hidup sangat bergantung pada hutan, kini justru berada pada interaksi yang merusaknya.

Fakta membanggakan hutan Indonesia juga tidak terlepas dari ancaman yang mengintainya. Sebagai hutan yang digadang-gadang menjadi paru-paru dunia, kekhawatiran global saat ini yang menjadi ancaman terbesar adalah tingginya angka deforestasi di Indonesia.
penurunan hutan dunia
Sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/04/laju-deforestasi-hutan-primer-indonesia-peringkat-4-di-dunia

Dari hasil pemantauan citra antara tahun 2019-2020, angka deforestasi mencapai 119.091 hektar. Terbesar terjadi di Kalimantan dengan 41,5 ribu hektar, disusul deforestasi di berbagai daerah lainnya seperti Bali dan Nusa Tenggara 21,3 ribu hektar, Sumatera 17,9 ribu hektar, Sulawesi 15,3 ribu hektar, Kepulauan Maluku 10,9 ribu hektar, dan Papua 8,5 ribu hektar.

Meski diiringi reforestasi sebesar 3.631 hektar, penghilangan hutan demi pembukaan lahan baru untuk keperluan industri, perkebunan sawit, dan pertanian menjadikan Indonesia termasuk negara yang mengalami kerusakan hutan tercepat.

Berdasarkan laporan Carbon Brief, jumlah akumulasi pelepasan karbondioksida ke atmosfer sejak tahun 1850 akibat aktivitas manusia mencapai 2.500 miliar ton. Menyisakan kurang dari 500 miliar ton dari sisa anggaran karbon agar tetap berada di bawah 1,5 derajat Celcius dari pemanasan global. Dari sejumlah itu, Indonesia menjadi penyumbang sebesar 4% emisi karbon yang sebagian besarnya karena deforestasi.
bencana iklim indonesia
Sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/11/emisi-karbon-dari-kebakaran-hutan-indonesia-capai-414-juta-ton-pada-2021

Menjaga Hutan Untuk Masa Depan, Apa Yang Bisa Kita Lakukan?

Mari sejenak kita renungi apa yang disampaikan Novia Widyaningtyas selaku Sekretaris Dirjen Pengendalian Iklim Kementerian Lingkungan Hidup RI 2019-2024 dalam salah satu sesi webinar yang diadakan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang saya ikuti tentang betapa mengerikannya pemanasan global.

Beliau menyatakan bahwa kenaikan suhu 1℃ dapat mencairkan es di kutub dan membahayakan eksistensi berbagai satwa. Pada kenaikan 2℃ melenyapkan 40% hutan hujan, yang menyebabkan menipisnya cadangan makanan bagi hewan. Jika naik lagi mencapai 3℃, pohon di dalam hutan tidak sanggup lagi menahan karbondioksida.

Kenaikan 4℃ akan meningkatkan kasus kebakaran hutan di musim kemarau, yang mampu mengubah hutan hujan kita padang pasir. Kondisi akan jauh lebih parah lagi ketika kenaikan suhu mencapai 5℃, dimana jutaan manusia, hewan, dan tumbuhan akan mati serta memperbesar jumlah kadar racun di atmosfer. Maka, pada akhirnya saat kenaikan sudah sebesar 6℃, bumi sudah tidak lagi untuk dihuni.

Apakah kita akan diam saja dengan apa yang terjadi di Bumi? Membiarkan hutan kita habis dan perlahan menuju kepunahan berbagai makhluk?

Langkah Kecil Untuk Menyelamatkan Hutan

Jika para pakar dan pemimpin dunia saling bahu membahu mencoba membahas dampak perubahan iklim melalui beberapa kebijakan seperti merumuskan Sustainable Development Goals (SDGs), Paris Agreement, hingga yang kini masih menjadi perbincangan adalah G20. Maka sebagai individu, dalam gerakan #UntukmuBumiku kita bisa melakukan beberapa hal sederhana berikut yang jika konsisten dan bersama-sama dilakukan akan berdampak besar.

1. Mendaur ulang kertas dan menghemat penggunaannya

Penggunaan kertas dalam keseharian kita tentu sudah tidak asing lagi. Padahal, dalam setiap 15 rim kertas ukuran A4 memerlukan 1 pohon yang harus ditebang. Daalam 7000 eksemplar koran butuh 10-17 pohon hutan. Belum lagi untuk keperluan pembungkus makanan atau barang konsumsi lainnya. Kira-kira, berapa jutaan lembar kertas yang dipakai oleh orang Indonesia per harinya?

Sebagai upaya menjaga keberadaan pohon di hutan, kita bisa mendaur ulang kertas yang kita pakai atau melakukan penghematan dalam penggunaan. Misalnya, menggunakan kertas dua sisi, memanfaatkan koran bekas untuk dekorasi dan membuat perabotan rumah seperti tempat tissue, frame foto, dan yang lainnya.

2. Mengelola sampah dengan lebih bijak

Meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap berbagai produk, akan meningkatkan pula jumlah sampah. Yang tanpa kita sadari, sampah-sampah tersebut menimbulkan kerusakan hutan melalui pencemaran. Belum lagi kapasitas pembuangan akhir yang kurang memadai, tidak sedikit yang menjadikan hutan sebagai tempat pelarian.

Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah melakukan 3R, reduce, reuse, dan recycle. Bagi para ibu rumah tangga seperti saya, kita bisa meminimalisir sampah organik dengan mengurangi food waste. Karena ternyata, saat ini sampah organik masih mendominasi.

Sebagaimana yang telah banyak orang lakukan, kita juga bisa membawa botol minum dan wadah makan sendiri untuk mengurangi sampah kemasan. Jika belum bisa mengolah, cara mengelola sampah yang paling sederhana bisa dilakukan adalah menguranginya. Dengan begitu, jumlah sampah yang harus berakhir di hutan bisa berkurang cukup signifikan.

3. Memperhatikan apa yang dimakan

Apa yang kita makan, sedikit banyak juga berpengaruh pada kelestarian hutan lho! Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyebutkan bahwa daging dan susu menyumbang sekitar 14,5% dari emisi gas rumah kaca secara global.

Mengembangkan lahan peternakan juga tidak terlepas dari penggundulan hutan, yang terkadang masih dilakukan dengan pembakaran dan memicu peningkatan emisi karbon. Meski beternak untuk konsumsi, namun mengancam sejumlah spesies karena kehilangan lingkungan alaminya.

Untuk itu, alangkah baiknya kita perhatikan apa yang dimakan. Dengan tetap berusaha memenuhi asupan nutrisi, kita bisa membuat alternatif menu selingan dari hasil pertanian.

Akhir-akhir ini sebagai bentuk peduli lingkungan dan lebih sehat, banyak orang yang memilih menu organik dan vegetarian. Pantas saja jika industri Food & Beverage (F&B) diprediksi tren usaha pangan kedepannya yang populer adalah makanan sehat.

4. Mendukung aksi pemulihan dan pelestarian hutan

Akhir-akhir ini, pemerintah sedang berupaya melakukan pemulihan lingkungan hutan. Bahkan dalam Forum G20, Indonesia membawa misi penguatan kerja sama global untuk bisa menghasilkan kesepakatan dan aksi nyata terhadap isu prioritas tentang iklim dan lingkungan.

Ajakan tersebut sudah selayaknya kita sambut baik dengan dukungan melalui partisipasi aktif kita dalam berbagai program. Seperti kampanye, donasi, hingga menjadi relawan yang bisa kita lakukan melalui berbagai cara.

Bentuk dukungan sederhana juga bisa melalui kampanye di media sosial sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat. Seperti bentuk ajakan yang dilakukan oleh Blogger Perempuan Network melalui kompetisi blog, yang secara tidak langsung mendorong meningkatkan literasi dan kepedulian terhadap Bumi.

5. Berkolaborasi dengan berbagai pihak (Lebih dekat dengan masyarakat)

Mendukung aksi akan lebih berdampak jika dilakukan dengan berkolaborasi. Melalui keterlibatan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah dan parlemen, filantropi dan pelaku usaha, pakar dan akademisi, serta organisasi kemasyarakatan dan media, diharapkan upaya yang komprehensif dan hasil yang lebih maksimal.

Kolaborasi dari beragam sektor melalui berbagai platform akan menggugah semangat orang-orang melakukan hal sederhana yang mereka bisa dimanapun keberadaannya dan kapanpun waktunya. #TeamUpForImpact sekecil apapun langkah yang dilakukan, jika dilakukan secara bersama-sama dan terus menerus akan berdampak besar.

6. Mendengarkan lagu ‘Dengar Alam Bernyanyi’

Cara menjaga hutan juga bisa dilakukan dengan menyenangkan lho! Seperti mendengarkan lagu ‘Dengar Alam Bernyanyi’ di Spotify dan Apple Music. Kok bisa yaa mendengarkan lagu termasuk upaya melestarikan lingkungan?

Spesialnya lagu yang dinyanyikan Laleilmanino, Chicco Jerikho, Hivi!, dan Sheila Dara ini selain asyik banget untuk dinikmati, juga bisa buat berdonasi lho! Semakin banyak yang mendengarkan lagu tersebut, semakin banyak pula royalti yang didapat untuk digunakan sebagai perlindungan hutan Indonesia.

#DengarAlamBernyanyi dengan visualisainya yang menarik dan lirik lagu yang mendalam, bisa diperdengarkan pada seluruh anggota keluarga sekaligus sarana edukasi bagi anak-anak. Naaah, kapan lagi nih dengar lagu tapi juga bisa berdonasi. Yuuk, segera simak lagunya!

Solusi Yang Bisa Ditawarkan Untuk Menjaga Stabilitas Ekonomi

Tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak dari masyarakat kita yang mata pencahariannya bergantung dengan hutan. Atas dasar pemenuhan ekonomi, kita pun tidak boleh serta merta mengeksploitasi hutan. Harus ada angkah pemanfaatan hutan yang sekaligus tetap menjaga kelestariannya.

Di sisi lain, kita dihadapkan pada fakta bahwa emisi karbon juga akan berpengaruh pada sektor perekonomian. Dalam buku Bumi Yang Tak Dapat Dihuni, David Wallace-Wells mengatakan bahwa laju emisi karbon dapat memerosotkan hampir milyaran orang di dunia dalam jurang kemiskinan. Dengan kata lain, krisis iklim akan menyeret ratusan juta jiwa dalam jurang kemiskinan.

Tiap kenaikan derajat celcius pemanasan global akan mengurangi laju pertumbuhan ekonomi rata-rata satu persen. Jika resesi ekonomi besar mampu menurunkan 2%-15% laju ekonomi dunia, maka perubahan iklim jauh lebih tinggi lagi yaitu 21%.

Hal tersebut dikarenakan segala bentuk bencana yang terjadi akan menghambat bahkan merusak pergerakan manusia beserta infrastruktur pendukungnya selaku penopang utama perkembangan ekonomi. Itulah sebabnya, perlu solusi yang tepat dalam upaya menjaga hutan untuk masa depan dan mencegah kemiskinan ekstrim, dengan cara berikut:

1. Kawal Pelaksanaan Perhutanan Sosial

Perhutanan sosial merupakan perwujudan dari poin pertama, keenam, dan ketujuh dalam nawacita yang bertujuan untuk pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan dengan 3 pilar yaitu lahan, kesempatan usaha, dan sumber daya manusia. Melalui perhutanan sosial, masyarakat mempunyai akses legal terhadap lahan hutan negara seluas 12,7 hektar.
jumlah KK yang terlibat perhutanan sosial
Sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/11/19/865104-kepala-keluarga-terlibat-program-perhutanan-sosial

Niat baik pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat tentunya pendampingan intensif dari multi sektoral. Khususnya untuk mengidentifikasi potensi kawasan hutan, proses pengembangan usaha, serta akses ekonomi agar masyarakat mampu mengadvokasi diri mereka sekaligus memahami mana bagian hutan yang bisa dimaksimalkan potensi ekonominya.

2. Menerapkan Agroforestri

Sebagai manusia yang hidup di lingkungan agraris, sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian. Sebagai contoh masyarakat Dieng yang sangat bergantung pada komoditas kentang dengan hasil paling menjanjikan.

Di sisi lain, sebagian besar hutan di Dieng yang berstatus sebagai hutan negara dengan luas lebih dari 4 ribu hektar sudah mengalami degradasi yang cukup parah. Alih fungsi lahan untuk tanaman musiman seperti kentang yang begitu menjanjikan, pembukaan lahan secara besar-besaran untuk pertanian kentang sehingga akses masuk ke dalam hutan negara menjadi lebih terbuka. Dengan demikian, membuka akses ke dalam hutan negara secara besar-besaran.

Beberapa tahun terakhir sudah semakin terasa dampaknya, seperti sering terjadi banjir dan tanah longsor, air telaga sebagai salah satu pesona wisata yang mulai mengering seperti yang dialami Telaga Siterus, dan beberapa mata air yang menghilang.
kawasan hutan dieng
Alih fungsi hutan gunung untuk lahan pertanian tidak hanya terjadi di Dieng, namun di beberapa daerah lainnya. Tentu perlu dipikirkan solusi agar dampak yang lebih buruk lagi tidak terjadi. Salah satu yang bisa diterapkan adalah agroforestri.

Sistem agroforestri memungkinkan penerapan gabungan antara budidaya tanaman hutan, pertanian, peternakan, dan perikanan sekaligus. Penurunan keanekaragaman hayati dan kerusakan lingkungan bisa diminimalisir dengan cara ini.

Penutup

Manusia dan alam selalu terkoneksi. Semua yang terjadi di alam, mulai dari ketersediaan air jernih, tingkat kebersihan udara, naik turunnya gelombang laut, kesuburan tanah, hingga perubahan iklim, meski belum sepenuhnya mampu dijelaskan secara teoritis maupun uji klinis, namun kondisi-kondisi tersebut mampu mempengaruhi tubuh kita.

Sederhananya, jika udara bersih, pikiran pun akan jernih. Air yang segar, membawa kesegaran dalam jiwa pula. Sebuah hubungan ketersalingan yang secara natural terjadi.

Bila kau jaga aku
Kujaga kau kembali
Berhentilah mengeluh
Ingat, kau yang pegang kendali
Kau yang mampu obati
Sudikah kau kembali?

Tidak ada salahnya sejenak kita tinggalkan kesibukan untuk lebih dekat dengan alam. Melihat, mendengarkan, merasakan, hingga memahami segala bentuk perubahan dan ancaman yang terjadi.

Alam sudah terlalu baik menyediakan apa saja yang kita butuhkan. Peradaban manusia tak akan ada artinya tanpa keberadaan alam. Kini, sudah saatnya kita bersedia melestarikannya. Bukan untuk diri kita semata, namun keberlangsungan hidup seluruh elemen penyusun kehidupan itu sendiri.

Mari bersama-sama kita menjaga hutan untuk masa depan generasi penerus peradaban umat manusia. Mari lestarikan alam untuk hidup yang berkualitas kini dan nanti.




Referensi:

  1. https://zerowaste.id/zero-waste-lifestyle/kenapa-mengurangi-daging-bermanfaat-untuk-lingkungan/
  2. https://www.antaranews.com/berita/2588981/klhk-luas-tutupan-hutan-indonesia-capai-956-juta-hektare
  3. https://rimbakita.com/agroforestri/
  4. https://www.antaranews.com/berita/2588981/klhk-luas-tutupan-hutan-indonesia-capai-956-juta-hektare
  5. https://www.carbonbrief.org/the-carbon-brief-profile-indonesia/
  6. https://hutanitu.id/kenali-3-fakta-menarik-keberadaan-hutan-hujan-tropis/
  7. https://www.p-wec.org/id/go-green/hemat-kertas-itu-berarti-hemat-biaya-dan-peduli-hutan
  8. https://www.kominfo.go.id/content/detail/10564/perhutanan-sosial-kini-masyarakat-legal-mengelola-hutan/0/artikel_gpr
  9. https://www.menlhk.go.id/site/single_post/4672




Related Posts

Posting Komentar