Berbicara tentang bisnis makanan sehat, mengingatkan saya pada alasan menata pekarangan rumah untuk menanam sayuran organik. Harapan jangka panjangnya, suatu saat nanti bisa membuat produk olahan hasil kebun sendiri.
Meski terbilang belum konsisten, tapi dengan menerapkan sustainable lifestyle saya berusaha untuk terus belajar hidup sehat. Dimulai dari pangan yang terjamin halal, kualitas bahan yang terproses dengan baik, dan tidak merugikan kesehatan.
Untuk itu saya selalu tertarik dengan topik makanan sehat apalagi jika bahan bakunya organik dari kebun. Bukan hanya soal menu dan resepnya saja, tapi proses bercocok tanam dan pengolahan pasca panennya pun membuat saya ingin terus mempelajarinya.
Sebab, salah satu kendala yang saya hadapi salah satunya belum bisa mengolah hasil panen secara maksimal. Seperti hasil memperbanyak stevia, yang akhirnya hanya diolah dengan cara paling sederhana yaitu menyeduhnya tanpa proses pengawetan yang jangka penggunaannya bisa panjang.
Terlebih, beberapa waktu belakangan, saya juga belajar tentang pangan lokal yang mana dalam pendistribusiannya belum terlaksana maksimal. Ditambah lagi, dihadapkan pada westernisasi pangan sekaligus gagal panen, pangan lokal menjadi lebih terpinggirkan.
Padahal potensi pangan lokal untuk mendukung surplus pangan nasional sangat besar. Apalagi jika dimanfaatkan untuk menyukseskan program pemerintah seperti pemulihan ekonomi, perbaikan gizi dan mengatasi serta mencegah stunting, hingga jangka panjangnya sekaligus memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
Beruntungnya, pada Kamis, 4 Agustus 2022 lalu saya sempat menyimak webinar dari serangkaian kegiatan SheHacks 2022 dengan judul “#SheTalks: Menjadi Local Champion Penggerak Surplus Pangan Nasional”.
Mestinya webinar ini berlangsung dari pukul 12.00-13.00 WIB melalui live streaming youtube. Berhubung pada jam tersebut anak saya justru ngajak bermain dan tidak memungkinkan disambi, akhirnya saya pun menyimak di malam hari.
Begitulah dinamika ibu rumah tangga ya? Maksud hati ingin ikut langsung, tapi apa daya kondisi belum mendukung. Tapi bersyukurnya, perkembangan dunia teknologi menjembatani bagi para ibu untuk terus berdaya dan terus berkembang meski di rumah saja.
Sekilas Tentang SheHacks
Salah satu hal yang membuat saya bersyukur di tahun ini adalah bisa mengenal SheHacks 2022. Bagi para perempuan, SheHacks ini bakal jadi wadah yang tepat untuk mengembangkan diri.SheHacks 2022 ini diprakarsai oleh Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), menjadi program inkubasi bagi perempuan di Indonesia untuk mengurangi kesenjangan gender dalam ekonomi, pendidikan, dan kesehatan perempuan dengan memanfaatkan inovasi teknologi.
Menggandeng berbagai partner seperti Kumpul, Kemendikbud, Kominfo, Lister, Sekolah Start Up, WomenWorks, DesaMind, Female Daily, KataData dan masih banyak lagi, SheHacks menggelar ajang yang patut diperhitungkan.
Sejak diluncurkan tahun 2020, SheHacks telah memberdayakan lebih dari 1500 perempuan di seluruh Indonesia untuk mendukung potensinya dalam mengembangkan diri dan berinovasi menggunakan teknologi melalui ratusan proposal.
Di tahun ini, serangkaian kegiatan SheHacks 2022 dimulai sejak 22 April sebagai peluncuran program sekaligus dibukanya masa registrasi dan pengumpulan proposal ide bisnis maupun startup MVP (Minimum Viable product).
Tahap pengumpulan proposal sendiri sudah ditutup sejak 31 Juli lalu untuk kemudian diseleksi dan dipilih yang layak mengikuti bootcamp, inkubasi, demo day, hingga pendampingan. Namun, serangkaian webinar dengan tema menarik masih akan terus berlanjut tiap 2 minggu sekali sampai Desember 2022.
Salah satunya webinar yang akan saya bahas sedikit tentang local champion untuk menggerakkan surplus pangan nasional. Bagi yang punya atau ingin mengembangkan bisnis di dunia food industry, topik ini sangat menarik dan masih bisa disimak di youtube channelnya Indosat Ooredoo Hutchison.
Bagi yang tertarik dengan program-program SheHacks 2022 ini, bisa kunjungi websitenya di sini langsung atau update informasi melalui instagram @shehacks.id
Mengenal Industri Food and Beverage (F&B) di Indonesia Serta Kaitannya Dengan Surplus Pangan Nasional
Dalam webinar kali ini, sebelumnya dibuka oleh Mbak Nova Adriyanti selaku Program Manager Lead RUANG&, dan dimoderatori oleh Mbak Joanna Asterlita Co-Founder Arunandra. Sementara pembicaranya, menghadirkan Pak Agung Nugroho selaku CEO Ultra Indonesia dan Mbak Nectaria Ayu sebagai Founder Warung Kebunku.
Materi yang disampaikan oleh Pak Agung Nugroho banyak mengulas tentang industri Food & Beverage (F&B) di Indonesia. Sebagai sosok yang sudah 10 tahun bergerak di bidang makanan dan beragam inovasinya, serta membersamai Ultra Indonesia sebagai The 1st Indonesian F&B Venture Builder, beliau menyampaikan berbagai tantangan dan peluang mengembangkan bisnis pengolahan hasil pertanian.
Beliau menyebutkan bahwa kekayaan hasil pertanian dan perkebunan serta sumber daya alam lainnya yang melimpah, namun belum maksimal dalam manajemennya. Meski pemerintah sudah banyak mendorong untuk mengekspor hasil panen, akan lebih baik jika diolah terlebih dahulu sebelum diekspor agar memberi nilai lebih.
Idealnya, untuk menekan kehilangan hasil dalam gagal panen atau meningkatkan kualitas produk, perlu dikembangkan usaha yang berfokus pada pengolahan pasca panen sebelum menjadi final product. Misalnya, sayur yang difermentasi atau pembuatan cuka buah, yang bertujuan untuk membuat hasil paneh lebih tahan lama sehingga bisa terdistribusi lebih maksimal baik di dalam maupun luar negeri.
Produk-produk olahan pasca panen ini, setelahnya bisa diolah menjadi final product untuk langsung dikonsumsi. Teknologi pengolahan dan pengawetan ini salah satunya untuk mengurangi food waste.
Sebagai contoh, ketika suatu daerah yang berlebihan hasil panen pala sehingga harga cenderung rendah, sementara untuk dikirim ke daerah lain terutama yang berbeda pulau memerlukan cost yang tinggi. Biasanya, hal tersebut membuat petani enggan untuk memanen dan pada akhirnya terbuang sia-sia.
Semestinya ada sektor usaha yang memikirkan bagaimana pengolahan dan pengawetan pala dilakukan sebelum dikirim ke luar daerah dengan lebih aman dan mempunyai nilai tersendiri baik itu dari teknik pengolahan, keunikan, atau perbedaan harga dibanding ketika belum diolah.
Tantangan Dalam Industri F&B di Indonesia
Sebenarnya, di Indonesia sendiri iklim untuk menciptakan dan mengembangkan bisnis makanan yang langsung bisa dikonsumsi sudah cukup tinggi. Hanya saja, ekosistem dan regulasinya masih belum terbentuk dengan baik.Sebagai contoh, tidak semua produsen mempunyai akses terhadap hasil panen sehingga sering terkendala dalam proses produksi. Di sisi lain, keberadaan komunitas pebisnis pangan yang masih sulit untuk diajak saling bekerja sama, sehingga menimbulkan persaingan yang kurang sehat.
Belum lagi dihadapkan pada regulasi pemerintah yang kerap menyulitkan pelaku usaha. Entah karena kebijakan atau sosialisasinya.
Bersama Ultra Indonesia, beliau mencoba memfasilitasi dengan mencoba menciptakan ekosistem yang bisa mendukung pertumbuhan bisnis food manufacture di Indonesia. Melalui kerja sama dengan pemerintah, akademisi, pengembang, hingga pemilik modal, mencoba mendampingi masyarakat yang ingin merambah dunia bisnis.
Mulai dari memetakan model bisnis yang tepat, menentukan produk yang sekiranya diterima oleh market, hingga bisnis yang sifatnya berkelanjutan dan dapat dikembangkan. Dengan kata lain, Ultra membantu menghubungkan partner yang tergabung pada akses pasar dan permodalan yang ada dalam ekosistem Ultra sesuai kebutuhan dan kesiapan bisnis yang dikembangkan.
Mengembangkan Bisnis Makanan di Indonesia
Untuk mengembangkan bisnis makanan sendiri, jika menggunakan standar pasar Indonesia, maka syarat yang utama adalah produk harus enak. Namun, semakin maraknya usaha kuliner yang ada, enak saja tidak cukup. Tapi juga perlu added value, unique value, bahkan jika perlu distinction value.Added value ditandai apakah produk punya nilai tambah selain enak, misalnya khasiatnya untuk kesehatan atau punya manfaat bagi lingkungan. Sedangkan unique value, bisa dalam bentuk pengolahan, pengemasan, atau tampilan yang berbeda dibanding usaha makanan serupa lainnya.
Distinction value bisa dibilang cukup sulit dicapai. Sebab, biasanya poin ini dipenuhi oleh produk yang memiliki status pertama dibuat atau satu-satunya di Indonesia bahkan di dunia. Untuk itu, sampai tahapan unique value saja jika berhasil tercapai, maka kemungkinan bisnis akan bisa lebih bertahan dengan terus dikembangkan.
Berdasarkan trend yang ada dan kemampuan orang berinovasi, termasuk gaya hidup akibat dari pandemi, beliau memprediksikan bahwa dalam perkembangan food industry beberapa tahun kedepan, trend makanan sehat akan cukup pesat berkembang.
Kesadaran terhadap gaya hidup sehat, secara tidak langsung mengubah pandangan seseorang terhadap apa yang dia makan. Entah itu pangan organik, gluten free, non MSG, atau yang berkonsep raw food dan superfood.
Menciptakan trend baru di dunia industri pangan, seseorang harus memiliki kepekaan terhadap matriks rasa dan indra. Seperti rasa manis, pahit, asam, asin, gurih, maupun tawar. Sementara memaksimalkan indra, akan mendukung bagaimana rasa tersebut menyatu dengan makanan yang dibuat.
Perlu didukung pula dengan sisi ekstrimisme agar mudah dikenali orang. Misalnya saja, yang belakangan viral adalah makanan dengan level pedas. Semakin menawarkan rasa pedas yang ekstrim, maka punya peluang lebih besar untuk semakin dikenal.
Tidak cukup sampai disitu, untuk bisa mengembangkannya harus punya faktor spesial, sehingga orang lebih tertarik dan penasaran mencobanya. Adanya bisnis pangan yang terus berkembang, akan membawa Indonesia pada surplus pangan yang bisa memulihkan ekonomi nasional.
Belajar Bisnis Makanan Sehat Dari Warung Kebunku
Dihadirkannya Mbak Nectaria Ayu selaku founder Warung Kebunku dalam webinar ini, seolah memberi gambaran nyata berbagai paparan yang disampaikan oleh Pak Agung. Mulai dari latar belakang membuat Warung Kebun, proses produksi dan inovasi yang dilakukan, hingga cara menghadapi setiap tantangannya.
Awal Mula Berdirinya Warung Kebunku
Bermula di tahun 2010 ibu mertua Mbak Ayu, begitu sapaan akrab ibu tiga orang anak ini, yang punya hobi berkebun sayuran organik. Ketika hasil panen cukup banyak untuk dikonsumsi pribadi, beliau mengalami kesulitan untuk menjualnya.Sementara pada tahun tersebut, sayuran organik belum populer di masyarakat. Mbak Ayu memikirkan bagaimana caranya agar orang tertarik beli. Lalu, tercetuslah ide membuat gado-gado berbahan aneka sayuran hasil kebun organik dan mencoba menawarkan kepada para ibu yang menjadi pelanggan salon milik mertua Mbak Ayu.
Tujuan membuat gado-gado ini sekaligus untuk memperkenalkan rasa dan sensasi makan olahan sayur organik, yang ternyata mayoritas menyambutnya dengan baik. Bahkan tidak sedikit yang mengatakan bahwa sayur organik lebih segar dibanding anorganik.
Hal tersebut kemudian meningkatkan keingintahuan orang mencicipi olahan pangan lainnya. Pada tahun 2012, secara resmi Mbak Ayu mendirikan Warung Kebunku bukan hanya untuk belanja sayuran hasil petik kebun sendiri saja, tapi sekaligus menjadi restoran yang fokus pada makanan sehat organik.
Memulai Warung Kebunku pun juga tidak selamanya mulus. Ketika Mbak Ayu dan suaminya membaca adanya peluang usaha makanan sehat dari sayur organic, pada saat itu belum marak inkubasi bisnis yang mewadahi pemula.
Mereka berdua memutuskan segera memulai usaha dan belajar secara otodidak. Tidak hanya sekali dua kali menghadapi kegagalan, tapi mereka terus meningkatkan kapasitas dari kegagalan tersebut. Termasuk dengan lebih menerima masukan dan pendapat, terutama dari konsumen serta berjejaring dengan komunitas yang menjunjung nilai yang sama.
Kini, restoran yang beralamat di Jl. Terogong Raya Nomor 11, Cilandak Barat, Jakarta Selatan tidak hanya menyediakan gado-gado, namun juga menu khas nusantara lainnya dengan dukungan bahan baku dari pemasok lokal. Tidak hanya masyarakat sekitar yang menikmatinya, tapi konsumen mancanegara pun ada.
Beberapa contoh menu yang cukup menggoda selera adalah nasi padang dari beras coklat organik, dengan ayam kampung pop, dan rendang dari kacang merah. Ada pula mie kangkung ayam probiotik dengan mie hijau buatan sendiri, dilengkapi kuah kaldu gurih manis, dam potongan daging ayam probiotik.
Bagi para vegetarian, daging bisa diganti dengan jamur atau makanan plant based lainnya. Tidak cukup sampai disitu. Jika ada hasil panen yang berlimpah, tim Warung Kebunku juga akan mengolahnya menjadi bahan setengah jadi. Misalnya pisang yang dibuat cuka untuk kemudian diolah menjadi asinan.
Restoran ini juga terkenal tidak menggunakan bahan penyedap dan membatasi pemakaian garam. Memanfaatkan cita rasa gurih alami dari kaldu jamur merupakan salah satu resep rahasia lezatnya masakan yang tersedia.
Selain makanan berat, tersedia pula asinan buah, rujak dengan bumbu kacang organik dan gula aren murni, puding bunga telang yang sangat cantik tampilannya.
Ada juga rujak buah dengan bumbu dari kacang organik sangrai dan gula kelapa murni, es puter dari buah-buahan organik, dan jamu rempah segar dari Rempah Karsa yang bermitra dengan Warung Kebunku.
Berhubung Warung Kebunku juga mendukung artisan food, misalnya untuk gado-gado tidak menggunakan kerupuk pada umumnya namun emping umbi garut, maka terkadang saat produksi emping garut menurun karena terbatasnya bahan baku, Mbak Ayu mengaku harus bekerja ekstra mencari penggantinya.
Mulai coba bikin sendiri dengan peralatan yang ada hingga mencari alternatif lainnya. Jika membuat sendiri tentu akan lebih memperbesar biaya produksi, maka beliau mulai bekerjasama dengan produsen kerupuk beras.
Selain terbatasnya bahan baku, tantangan lain yang dihadapi adalah sertifikasi makanan sehat dan organik yang cenderung lebih mahal karena dikelola oleh pihak swasta. Sebagai cara meyakinkan masyarakat bahwa apa yang digunakan adalah organik, Warung Kebunku sering mengadakan open farm untuk mengedukasi masyarakat dan melihat sendiri proses bercocok tanamnya.
Tantangan dalam bisnis makanan sehat berbasis hasil kebun organik adalah sulitnya menekan biaya produksi. Mbak Ayu sendiri memilih untuk mempertahankan kualitas bahan, sebab yang namanya organik, sudah harga harga mati dan tidak boleh ditawar.
Untuk lebih bijak dalam mengelola biaya produksi, Mbak Ayu mencoba untuk memaksimalkan tenaga kerja yang direkrut. Sebisa mungkin mereka menjaring tenaga kerja yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan.
Di sisi lain, konsumen saat ini makin kritis dengan membandingkan harga. Terutama karena pandemi banyak yang berbelanja online serta bertambahnya usaha pangan sehat dan organik. Warung Kebunku lebih mematangkan value apa yang bisa dimaksimalkan agar tetap memiliki konsumen setia.
Konsistensi Mbak Ayu dan Warung Kebunku menjaga kualitas final product dimulai dari bahan dasarnya, tentunya ini akan sangat membantu pula dalam peningkatan kualitas pertanian hingga masa pasca panen. Dengan semakin banyak usaha kuliner sehat yang memperhatikan bahan bakunya, akan sangat menguatkan kualitas dan pangan nasional.
Pak Agung Nugroho melalui Ultra Indonesia memiliki partnership yang membentuk ekosistem bisnis lebih baik, melihat food start up di Indonesia didominasi oleh perempuan, terutama ibu-ibu. Dengan demikian, pada dasarnya perempuan selalu punya peluang yang sama untuk bisa berkarya dan berdaya jika menemukan ekosistem yang tepat.
Dari Mbak Ayu pula saya belajar bahwa memilih berbisnis itu seperti panggilan jiwa. Untuk itu perlu adanya strong why agar tetap kuat menghadapi segala tantangan. Sama halnya dengan the big why dalam ngeblog yang bisa dijadikan pengingat dan penyemangat.
Tantangan Dalam Bisnis Makanan Organik
Menyadari bahwa bahan baku organik masih jarang, beliau mencoba bekerja sama dengan mitra penyedia bahan pangan organik lainnya dari seluruh Indonesia. Untuk bekerja sama sendiri dan standarisasi mutu bahan, beliau menekankan pada pentingnya mitra dengan value yang sama agar lebih mudah dalam bergerak ke arah yang sama pula.Berhubung Warung Kebunku juga mendukung artisan food, misalnya untuk gado-gado tidak menggunakan kerupuk pada umumnya namun emping umbi garut, maka terkadang saat produksi emping garut menurun karena terbatasnya bahan baku, Mbak Ayu mengaku harus bekerja ekstra mencari penggantinya.
Mulai coba bikin sendiri dengan peralatan yang ada hingga mencari alternatif lainnya. Jika membuat sendiri tentu akan lebih memperbesar biaya produksi, maka beliau mulai bekerjasama dengan produsen kerupuk beras.
Selain terbatasnya bahan baku, tantangan lain yang dihadapi adalah sertifikasi makanan sehat dan organik yang cenderung lebih mahal karena dikelola oleh pihak swasta. Sebagai cara meyakinkan masyarakat bahwa apa yang digunakan adalah organik, Warung Kebunku sering mengadakan open farm untuk mengedukasi masyarakat dan melihat sendiri proses bercocok tanamnya.
Tantangan dalam bisnis makanan sehat berbasis hasil kebun organik adalah sulitnya menekan biaya produksi. Mbak Ayu sendiri memilih untuk mempertahankan kualitas bahan, sebab yang namanya organik, sudah harga harga mati dan tidak boleh ditawar.
Untuk lebih bijak dalam mengelola biaya produksi, Mbak Ayu mencoba untuk memaksimalkan tenaga kerja yang direkrut. Sebisa mungkin mereka menjaring tenaga kerja yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan.
Di sisi lain, konsumen saat ini makin kritis dengan membandingkan harga. Terutama karena pandemi banyak yang berbelanja online serta bertambahnya usaha pangan sehat dan organik. Warung Kebunku lebih mematangkan value apa yang bisa dimaksimalkan agar tetap memiliki konsumen setia.
Konsistensi Mbak Ayu dan Warung Kebunku menjaga kualitas final product dimulai dari bahan dasarnya, tentunya ini akan sangat membantu pula dalam peningkatan kualitas pertanian hingga masa pasca panen. Dengan semakin banyak usaha kuliner sehat yang memperhatikan bahan bakunya, akan sangat menguatkan kualitas dan pangan nasional.
Kesimpulan dan Penutup
Belajar dari dua narasumber yang luar biasa, saya mendapatkan pandangan dan energi baru. Industri makanan apapun bentuknya, akan terus ada peluangnya. Tinggal bagaimana secara cerdas dan kreatif, kita menemukan sisi unik untuk bisnis yang dijalankan.Pak Agung Nugroho melalui Ultra Indonesia memiliki partnership yang membentuk ekosistem bisnis lebih baik, melihat food start up di Indonesia didominasi oleh perempuan, terutama ibu-ibu. Dengan demikian, pada dasarnya perempuan selalu punya peluang yang sama untuk bisa berkarya dan berdaya jika menemukan ekosistem yang tepat.
Dari Mbak Ayu pula saya belajar bahwa memilih berbisnis itu seperti panggilan jiwa. Untuk itu perlu adanya strong why agar tetap kuat menghadapi segala tantangan. Sama halnya dengan the big why dalam ngeblog yang bisa dijadikan pengingat dan penyemangat.
Baik Pak Agung maupun Mbak Ayu juga menekankan pentingnya berjejaring. Hal tersebut membuat kita lebih terbuka dan memiliki banyak referensi mengembangkan usaha, termasuk bisnis makanan sehat yang diprediksi trend kedepannya akan meningkat.
Wah, mbak.. Aku jadi penasaran belajar ini juga. Kayaknya menarik yaa hehe.. Jadi pengen punya usaha F&B juga 😂
BalasHapusmantaap dek, berasa baca opini di koran-koran 😄
BalasHapuswah keren perjalnan berbisnis warunf kebunku, menginspirasi sekali...terimakasih
BalasHapusseneng banget, mba bisa ikut seminar tentang bisnis makanan. Alhamdulillah sekarang sudah bnyak wadah dan diperhatikan juga agar bisa mandiri. Saya juga jadi tahu, deh, thankyou, mba.
BalasHapus