“Mau dimasakin apa, Yah?” pertanyaan saya lontarkan dengan harapan mampu memecah kemalasan dan segera beranjak ke dapur.
“Terserah Bunda aja”, jawab suami yang justru semakin membuat nyali saya menciut untuk segera bangun.
“Hmmmm, apa ya? Makan di luar aja kali ya…” ujar saya pada akhirnya, memberi opsi meski tak yakin benar-benar ingin jajan.
“Kalo makan di luar, mau makan dimana?” kali ini, pertanyaan suami justru membuat saya makin enggan berpikir.
“Terserah Ayah aja deh, Bunda ngikut!” jawab saya tak mau ambil pusing.
Menuju empat tahun pernikahan, entah berapa kali dialog seperti di atas sering terjadi. Kata ‘terserah’ hampir tidak pernah berhalangan hadir ketika saling bertanya tentang menu makan.
Sekalipun ada satu menu terucap, tetap akan muncul kalimat, “Eh terserah aja deh, senyamannya Ayah/Bunda aja!”. Maksudnya mencoba membuka opsi yang lebih nyaman, namun justru memperkuat kebingungan.
Suami saya memang bukan tipikal pemilih dalam hal makanan. Semua masakan bisa disantapnya dengan nikmat. Hanya saja, terkadang menentukan menu di awal adalah salah satu hal yang sulit kami lakukan.
Bukan berarti dalam keseharian kami memasak tanpa acuan. Meal plan dibuat khusus untuk lima hari kerja, sementara akhir pekan ada kalanya memang sengaja disediakan waktu untuk melakukan hal-hal spontan tanpa perencanaan khusus.
Termasuk memasak, yang kami anggap sebagai bentuk quality time. Sebagai pasangan, baik saya maupun suami nyaris tidak pernah saling memberi kejutan. Bahkan, belum pernah juga merayakan anniversary pernikahan.
Bukan kami tidak ingin, tapi bagi kami ada yang lebih penting dibanding memberi hadiah ataupun mengadakan perayaan. Kami lebih suka jika masing-masing saling membantu, meringankan tugas dan pekerjaan satu sama lain.
Suami sepulang kerja masih mau cuci piring, bagi saya itu kejutan yang sangat romantis. Atau tiba-tiba masuk ke dapur dan membantu memasak, membuat saya lebih tenang menghadapi pekerjaan rumah yang seolah tiada habisnya.
Begitu pula saat akhirnya suami bilang, “Masak orek tempe kaya kemarin itu aja, nanti tak bantuin deh”. Seketika meski mendung, langit terasa lebih cerah. Energi saya seperti telah terisi kembali.
Mumpung hari libur, masak bersama menjadi pilihan aktivitas mengisi waktu luang. Terlebih, anak kami untuk sementara waktu diambil alih oleh kakek neneknya.
Setelah berbelanja, kami pun segera mengeksekusi untuk membuat orek tempe. Meski terkesan menu yang sederhana, namun masakan ini menjadi salah satu favorit suami yang juga mampu melipat gandakan selera makannya.
Orek tempe, rebusan sayur, sambal tomat, dan telur dadar. Itulah menu yang kami pilih. Bekerja sama di dapur dengan inisiatif mengambil tugas masing-masing, ternyata mampu membuat kami tampak berharga dan saling menghargai.
Apalagi ketika memasak sembari diselingi percakapan ringan dan canda-canda kecil yang menggelitik hati, dapur pun terasa semakin hidup. Suami memang gemar melontarkan kalimat yang lucu dan tampak konyol, tapi itulah bumbu manis dalam pernikahan kami.
Menu boleh sederhana, tapi momen memasak bersama menjadikannya sangat istimewa. Terlebih lagi, dengan memilih kecap ABC untuk membuat masakan semakin lezat dan tampilan lebih menarik.
Soal rasa, tentu tak perlu khawatir lagi. Kecap manis ABC mampu membawa kenikmatan dalam setiap suapan. Kombinasi kedelai, gula aren, dan rempah-rempah pilihan mampu menyatu dengan baik pada tempe yang punya cita rasa khasnya.
Warna kecapnya yang hitam dan teksturnya yang kental akan semakin mempercantik tampilan masakan. Tak hanya mewarnai makanan, kecap ABC mampu mewarnai suasana hingga menguatkan keseruan suami istri seperti kami ketika masak bersama.
Suami Masak Bareng Istri, Why Not?
Saat tetangga sering melihat suami saya menggendong anak sambil jemur baju, tak jarang saya dapati komentar mereka. “Wah, keren suaminya mbak. Mau bantuin pekerjaan rumah”.Belum lagi, kalimat-kalimat keheranan ketika saya bilang suami juga bantu-bantu di dapur. Barang kali, sebagian mereka juga ada yang berpikir buat apa saya jadi ibu rumah tangga jika pekerjaan rumah masih dibantu suami.
Terlebih lagi, soal memasak. Saya sering dapat pertanyaan bagaimana caranya agar suami mau terlibat di dapur. Padahal, saya tidak punya tips khusus karena pengasuhan di keluarga suamilah yang membentuk demikian.
Suami saya tiga bersaudara yang semuanya laki-laki. Di keluarganya, bapak mertua juga terlihat sangat biasa mengerjakan pekerjaan rumah. Dari cerita kakak-kakak ipar saya pun sama, kedua kakak laki-laki suami juga sering terlibat mengerjakan urusan domestik.
Tentu saja, karena ibu mertua merupakan satu-satunya perempuan di keluarga suami, bukanlah hal yang bijak jika pekerjaan rumah dipusatkan pada beliau. Apalagi beliau juga punya tanggung jawab besar pada pekerjaannya.
Jika menelusuri lebih dalam mengapa peran lelaki seolah tak lumrah ketika mengerjakan pekerjaan rumah, tentu tidak terlepas dari belenggu budaya patriarki di negara kita yang belum sepenuhnya terlepas. Masih sering dijumpai perempuan yang ditempatkan pada tugas domestik tanpa keterlibatan lelaki di dalamnya.
Sementara itu, kesenjangan gender yang masih cukup besar, semakin memperjelas ketidakhadiran para suami dalam mengelola urusan domestik. Terutama memasak, yang identik sekali sebagai tugas para perempuan. Anggapan bahwa istri idaman adalah yang jago masak pun masih banyak diyakini para lelaki.
Padahal, dilansir dari The Hustle Mama Magazine, disebutkan bahwa dalam beberapa dekade terakhir, hanya 20 persen dari kepala koki adalah perempuan, 80 persen posisi koki diisi oleh laki-laki. Tidak cukup sampai disitu, sebuah survey di AS menyebutkan hanya sekitar 7 persen restoran yang dimiliki dan dipimpin oleh wanita dengan posisi koki..
Lantas, apa yang menyebabkan pekerjaan dapur, khususnya memasak dititikberatkan pada istri? Setidaknya, ada beberapa alasan berikut mengapa para suami enggan memasak.
Dominasi laki-laki di industri kuliner tentu terjadi karena banyak faktor. Tapi, dari sini kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa laki-laki juga punya kemampuan serta berkesempatan untuk mengelola dapur hingga menyajikan makanan dengan baik.
Lantas, apa yang menyebabkan pekerjaan dapur, khususnya memasak dititikberatkan pada istri? Setidaknya, ada beberapa alasan berikut mengapa para suami enggan memasak.
1. Stigma yang berkembang di masyarakat
Stigma bahwa perempuan harus piawai dalam hal mengasuh anak, mengurus rumah, memasak, hingga mengatur keuangan masih terus berkembang. Tanpa sengaja hal ini menyudutkan posisi perempuan dan tidak punya cukup kesempatan berkembang di luar tugas domestik. Sekaligus mereduksi kepekaan para kepala keluarga dengan kondisi rumah dan anggota keluarganya, terutama istri.Suami yang terlibat membantu istri di dapur kerap dianggap pasukan ‘suami-suami takut istri’. Sebaliknya, istri yang dibantu suami pun tidak jarang dicap sebagai istri yang tidak becus mengurus rumah tangga. Anggapan seperti inilah yang kemudian menjadikan para suami enggan memasuki dapur.
2. Tidak punya banyak waktu
Sebagai kepala keluarga dan punya tanggung jawab penuh perihal nafkah, sering kali suami disibukkan dengan pekerjaan. Durasi bekerja yang lebih panjang dibanding waktu di rumah, turut menyita banyak tenaga.Akhir pekan pun lebih digunakan untuk beristirahat, menyalurkan hobi, atau menyenangkan anak istri dengan bepergian keluar rumah. Keterbatasan waktu para suami di rumah inilah yang juga menyebabkan mereka tidak sempat membantu istri mengurus rumah.
3. Rasa kurang percaya diri
Berdasarkan pengalaman menghadapi suami sendiri dan hasil sharing dengan para ibu di beberapa grup parenting, saya mendapati bahwa tidak sedikit suami yang kurang percaya diri dengan kemampuan memasaknya.Mereka menganggap bahwa masakan para istri sangat enak dan punya kepekaan terhadap detail rasa, bahan makanan, penyajian, hingga bentuk potongan sayuran yang cukup tinggi. Sehingga membuat para suami minder untuk mencoba membuat masakan bagi istrinya, sekaligus mengkhawatirkan hasil masakan yang tidak layak untuk disajikan.
4. Tidak diberi kesempatan
Tidak jarang saya mendengar atau membaca komentar dari para istri, jika suami yang masuk di dapur, semua peralatan masak akan keluar semua dan bahan makanan terutama bumbu akan dipakai dalam takaran yang banyak. Sehingga mereka lebih memilih untuk masak sendiri dibanding membereskan kekacauan di dapur.Hal tersebut semakin memperkuat rasa ketidakpercayaan diri para suami, yang berujung menghindari urusan dapur dari pada harus kena omelan istri. Padahal, kesempatan sekecil apapun yang diberikan akan memberikan dorongan dan menumbuhkan rasa percaya diri agar suami bisa menyelesaikan tugasnya.
Dari beberapa alasan di atas, kita belajar bahwa untuk melawan stigma di masyarakat dan meningkatkan partisipasi suami di dapur, kita perlu memberi ruang dan kesempatan bagi para suami. Tidak hanya membangun rasa percaya diri soal memasak, namun juga semakin menguatkan kerja sama dengan pasangan dalam menghadapi keterbatasan.
Terapi Pernikahan dengan Suami-Istri Memasak Bersama
Dalam sebuah disertasi berjudul “Cooking with Couples: A Grounded Theory Study on the Relational Aspects Found in the Cooking Interactions of Couples” yang disusun oleh Nicole R. Gordon untuk meraih gelar filsafat di Department of Family Therapy at Nova Southeastern University, menyebutkan bahwa memasak bersama pasangan bisa dijadikan sebagai terapi pernikahan.Dalam beberapa tahun belakangan ini, para praktisi medis dan pakar kesehatan mental telah memanfaatkan memasak sebagai salah satu sarana terapi. Hanya saja, mayoritas dilakukan berkaitan dengan pekerjaan dan nutrisi-pendidikan.
Padahal, memasak bersama pasangan dapat memunculkan berbagai hal yang lebih dari itu. Nicole R. Gordon mencoba memberikan pendekatan terapi pernikahan dengan memasak yang akan semakin menguatkan elemen relasi antar manusia melalui interaksi di dapur.
Jika dipahami lebih dalam, interaksi kita dengan makanan dan masakan dibentuk oleh sistem biologis, emosional, dan sosial masing-masing dari kita. Sebagai pasangan, tentu hal-hal tersebut sedikit banyak melebur dan tanpa disadari akan mempengaruhi selera satu sama lain.
Proses memasak bersama diyakini akan lebih banyak membantu dalam negosiasi dan sinergi terkait ketertarikan masing-masing terhadap persepsi dan cita rasa makanan. Terlebih, bagi pasangan yang mempunyai perbedaan selera makan cukup signifikan entah karena faktor keluarga, budaya, atau memang kecenderungan sejak kecil.
Dalam penelitian tersebut juga diperkenalkan tiga komponen interaksi pada pasangan ketika memasak bersama. Pertama, the relationship skill yang mencakup hubungan secara spesifik ketika masing-masing saling berbagi peran dalam memasak.
Kedua, emotional connection yang berkaitan dengan koneksi masing-masing individu dengan makanan dan perbedaan di antara keduanya sebagai pasangan. Ketiga, languaging yang menggambarkan gaya bahasa serta pandangan tentang hubungan mereka secara umum, interaksi ketika berada di dapur, juga terkait wawasan dan perubahan yang didapat dari proses memasak bersama.
Penelitian ini memberikan hasil bahwa aspek relationship skill saat memasak bersama mampu meningkatkan keterampilan komunikasi, membantu dalam pemecahan masalah, sekaligus memperlihatkan masing-masing individu saling mendukung dan menguatkan terutama ketika salah satu harus bertindak sebagai pengambil keputusan.
Dari segi emotional connection, menunjukkan hasil bahwa pasangan dapat terhubung melalui makanan, sebagai cara untuk menunjukkan perhatian, kasih sayang, rasa cinta, dan ungkapan terima kasih. Sekaligus memperkuat ikatan emosional dan pemahaman akan pasangan dengan mempelajari latar belakang kebiasaan makan di keluarga masing-masing.
Sementara aspek languaging, memungkinkan pasangan untuk memahami bagaimana pada akhirnya mereka bisa saling mempengaruhi dan bertumbuh satu sama lain. Sekaligus semakin menguatkan bahwa memasak bersama benar-benar bisa diterapkan sebagai terapi pernikahan karena memberi mereka kesempatan untuk mengeksplorasi hubungan dengan cara yang berbeda.
Berdasarkan tiga komponen interaksi ketika suami istri masak bersama, berikut hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengajak pasangan berkolaborasi di dapur:
1. Membuat rencana dan anggaran belanja bersama
Melibatkan suami di dapur bisa dimulai dengan mengajak diskusi tentang menu yang akan dimasak dan membuat anggaran belanja. Melalui diskusi yang sehat, kita bisa libatkan suami untuk memberikan masukan dan mengambil keputusan dalam menentukan menu.Tidak hanya itu, proses ini juga akan memberikan gambaran pada suami terkait harga bahan pangan yang kadang luput dari perhatiannya. Sehingga akan lebih sehat pula untuk pemahaman kondisi finansial di keluarga karena adanya transparansi uang bulanan yang diberikan.
2. Belanja bersama
Belanja bersama bisa menjadi alternatif quality time. Masing-masing juga berhak memilih bahan makanan terbaik dan sesuai yang diinginkan. Sesekali, tidak ada salahnya jalan berdua saja untuk berbelanja dan menikmati serunya membandingkan harga serta berburu diskon.Apalagi jika belanja di pasar tradisional. Tawar menawar menjadi salah satu keseruan yang tak boleh dilewatkan. Biasanya, akan makin terlihat di antara suami-istri siapakah yang lebih jago dalam menawar harga.
3. Membuat menu yang membangkitkan kenangan
Karena selera makanan adalah hal yang personal, tentu makanan pula punya potensi menyimpan kenangan. Entah itu makanan favorit saat kecil, masakan langganan ketika ngekos, atau menu yang memorable bagi pasangan.Membuat masakan yang membangkitkan kenangan selain untuk bernostalgia tentunya mampu membantu untuk masing-masing saling memahami. Sekaligus, menyegarkan kembali hubungan pernikahan.
Seperti halnya kami yang sering membuat ayam geprek. Karena menu satu ini selain mengingatkan pada perjuangan semasa suami kuliah, juga termasuk salah satu kuliner yang mempertemukan kami
Jika biasanya makan di luar rumah, tidak ada salahnya juga menyiapkan jamuan bak candle light dinner yang romantis. Tentu hal ini akan semakin memberikan kesan yang mendalam sekaligus menciptakan kenangan berharga dalam proses serangkaian masak bersama.
Dalam video yang berdurasi kurang dari tiga menit tersebut, menggambarkan kekhawatiran para istri ketika suami memasak di dapur. Namun ternyata, dengan kecap ABC diam-diam mengundang para suami untuk turut memasak di dapur, ada hal tak terduga yang kemudian disadari oleh masing-masing.
Sering kali, kekhawatiran hadir ketika kita belum mencobanya. Saat kita memutuskan untuk berani mencoba, hasilnya pun akan sangat mengejutkan hingga menepis kekhawatiran tersebut.
Seperti saat istri mempercayakan suaminya untuk turut membantu di dapur, dan suami pun tidak keberatan. Akan ada momen-momen manis tak terduga yang membuat kita semakin yakin dengan pasangan.
Tak hanya bagi kesehatan mental para istri yang kerap merasa terbebani dengan urusan rumah tangga. Kehadiran suami di dapur mampu menjadi penawar lelah, penyejuk hati, sekaligus menguatkan kembali makna pernikahan yang tak lepas dari ketersalingan antar masing-masing individu.
Soal cita rasa makanan, tentu tak perlu dikhawatirkan juga. Kecap ABC hadir menemani momen manis saat suami istri masak sekaligus menjadikan aneka masakan lebih lezat.
Komitmen kecap ABC dalam mendukung kekompakan suami istri dalam merawat cinta di dunia pernikahan dan rumah tangga yang penuh dinamika, diwujudkan dengan kampanye #SuamiIstriMasak yang sudah diinisiasi sejak tahun 2018. Sekaligus mencatatkan rekor MURI melalui “Menyiapkan Menu Masakan Melibatkan Suami Terbanyak" yang diikuti oleh 1000 suami yang memasak untuk istrinya pada peringatan Hari Ibu 22 Desember 2018
Di tahun 2019, sebagai kelanjutan kampanye kecap ABC dalam mendukung suami masak sekaligus memperingati Hari Kesetaraan Gender, diadakan program Koki Muda Sejati yang melibatkan anak remaja laki-laki di lebih dari 50 sekolah menengah untuk belajar memasak. Hal ini ditujukan membentuk pemikiran untuk menjadi pasangan yang setara di dapur.
Masih dengan mendukung kesetaraan gender, kecap ABC kembali menggelar Koki Muda Sejati 2020. Termasuk dengan menggandeng platform edukasi untuk memperluas kampanyenya melalui platform daring Ruang Guru.
Melanjutkan misi mulianya, pada tahun 2021 kecap ABC menggandeng Titi Kamal & Christian Sugiono sebagai brand ambassador. Dari pasangan yang terkenal dengan chemistry dalam membina hubungan keluarga yang sehat, memperlihatkan Christian dengan senang hati membantu Titi memasak sebagai bentuk dukungan bagi istrinya.
Melalui tulisan ini pula, menjadi bentuk partisipasi aktif yang bisa saya lakukan untuk mendukung kampanye kecap ABC. Selain untuk melawan stigma negatif di masyarakat, sekaligus mengajak para pasangan suami-istri menciptakan hubungan yang sehat dengan memasak bersama.
Quality time di dapur bisa menjadi pilihan guna memulihkan koneksi satu sama lain di tengah jenuhnya hubungan dan aktivitas harian. Sebab, sering kali relasi yang tidak sehat tercipta dari kurangnya komunikasi dan interaksi.
Melalui #SuamiIstriMasak, Kecap ABC berusaha mengajak para suami berempati dan mendukung tugas istri sekaligus bisa dijadikan sebagai terapi bagi pernikahan. Dengan bekerja sama di dapur pula, diharapkan mampu menepis anggapan bahwa memasak hanya untuk perempuan.
4. Makan bersama
Setelah membuat anggaran, belanja, dan masak bersama, yang tak boleh terlewatkan adalah makan bersama. Kurang afdol jika sudah menyiapkan, tapi tidak sempat makan bersama.Jika biasanya makan di luar rumah, tidak ada salahnya juga menyiapkan jamuan bak candle light dinner yang romantis. Tentu hal ini akan semakin memberikan kesan yang mendalam sekaligus menciptakan kenangan berharga dalam proses serangkaian masak bersama.
Serunya #SuamiIstriMasak Bersama Kecap ABC
Merasakan sendiri betapa serunya masak bersama pasangan dan tak lupa menghadirkan kecap ABC di tengah keseruan kami, membuat saya bersemangat untuk menuliskan artikel ini. Terlebih, setelah menyaksikan video berikut.Dalam video yang berdurasi kurang dari tiga menit tersebut, menggambarkan kekhawatiran para istri ketika suami memasak di dapur. Namun ternyata, dengan kecap ABC diam-diam mengundang para suami untuk turut memasak di dapur, ada hal tak terduga yang kemudian disadari oleh masing-masing.
Sering kali, kekhawatiran hadir ketika kita belum mencobanya. Saat kita memutuskan untuk berani mencoba, hasilnya pun akan sangat mengejutkan hingga menepis kekhawatiran tersebut.
Seperti saat istri mempercayakan suaminya untuk turut membantu di dapur, dan suami pun tidak keberatan. Akan ada momen-momen manis tak terduga yang membuat kita semakin yakin dengan pasangan.
Tak hanya bagi kesehatan mental para istri yang kerap merasa terbebani dengan urusan rumah tangga. Kehadiran suami di dapur mampu menjadi penawar lelah, penyejuk hati, sekaligus menguatkan kembali makna pernikahan yang tak lepas dari ketersalingan antar masing-masing individu.
Soal cita rasa makanan, tentu tak perlu dikhawatirkan juga. Kecap ABC hadir menemani momen manis saat suami istri masak sekaligus menjadikan aneka masakan lebih lezat.
Komitmen kecap ABC dalam mendukung kekompakan suami istri dalam merawat cinta di dunia pernikahan dan rumah tangga yang penuh dinamika, diwujudkan dengan kampanye #SuamiIstriMasak yang sudah diinisiasi sejak tahun 2018. Sekaligus mencatatkan rekor MURI melalui “Menyiapkan Menu Masakan Melibatkan Suami Terbanyak" yang diikuti oleh 1000 suami yang memasak untuk istrinya pada peringatan Hari Ibu 22 Desember 2018
Di tahun 2019, sebagai kelanjutan kampanye kecap ABC dalam mendukung suami masak sekaligus memperingati Hari Kesetaraan Gender, diadakan program Koki Muda Sejati yang melibatkan anak remaja laki-laki di lebih dari 50 sekolah menengah untuk belajar memasak. Hal ini ditujukan membentuk pemikiran untuk menjadi pasangan yang setara di dapur.
Masih dengan mendukung kesetaraan gender, kecap ABC kembali menggelar Koki Muda Sejati 2020. Termasuk dengan menggandeng platform edukasi untuk memperluas kampanyenya melalui platform daring Ruang Guru.
Melanjutkan misi mulianya, pada tahun 2021 kecap ABC menggandeng Titi Kamal & Christian Sugiono sebagai brand ambassador. Dari pasangan yang terkenal dengan chemistry dalam membina hubungan keluarga yang sehat, memperlihatkan Christian dengan senang hati membantu Titi memasak sebagai bentuk dukungan bagi istrinya.
Melalui tulisan ini pula, menjadi bentuk partisipasi aktif yang bisa saya lakukan untuk mendukung kampanye kecap ABC. Selain untuk melawan stigma negatif di masyarakat, sekaligus mengajak para pasangan suami-istri menciptakan hubungan yang sehat dengan memasak bersama.
Penutup
Mewujudkan hubungan yang sehat dalam pernikahan adalah perjuangan bagi setiap pasangan. Tidak hanya tugas salah satu di antara suami atau istri saja, melainkan tanggung jawab bersama.Quality time di dapur bisa menjadi pilihan guna memulihkan koneksi satu sama lain di tengah jenuhnya hubungan dan aktivitas harian. Sebab, sering kali relasi yang tidak sehat tercipta dari kurangnya komunikasi dan interaksi.
Melalui #SuamiIstriMasak, Kecap ABC berusaha mengajak para suami berempati dan mendukung tugas istri sekaligus bisa dijadikan sebagai terapi bagi pernikahan. Dengan bekerja sama di dapur pula, diharapkan mampu menepis anggapan bahwa memasak hanya untuk perempuan.
Referensi:
Gordon, Nicole R.“Cooking with Couples: A Grounded Theory Study on the Relational Aspects Found in the Cooking Interactions of Couples”. Doctoral dissertation, Nova Southeastern University, 2019.
https://nakita.grid.id/read/021273354/rayakan-hari-ibu-kecap-abc-cetak-rekor-muri-mengajak-1000-suami-memasak-untuk-sang-istri?page=all
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210827093631-267-686140/kecap-abc-meneruskan-semangat-kesetaraan-gender-di-dapur
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200901172553-289-541677/koki-muda-sejati-2020-kepedulian-kecap-abc-soal-gender
Gordon, Nicole R.“Cooking with Couples: A Grounded Theory Study on the Relational Aspects Found in the Cooking Interactions of Couples”. Doctoral dissertation, Nova Southeastern University, 2019.
https://nakita.grid.id/read/021273354/rayakan-hari-ibu-kecap-abc-cetak-rekor-muri-mengajak-1000-suami-memasak-untuk-sang-istri?page=all
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210827093631-267-686140/kecap-abc-meneruskan-semangat-kesetaraan-gender-di-dapur
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200901172553-289-541677/koki-muda-sejati-2020-kepedulian-kecap-abc-soal-gender
Posting Komentar
Posting Komentar