header blog terbaru

Mother Culture: Cara Agar Produktif Setiap Hari Bagi Para Ibu

4 komentar
mengenal mother culture untuk ibu yang produktif
Menjadi seorang ibu bukanlah hal yang mudah. Baik itu di rumah saja atau bekerja, selalu punya tantangan dan tak jarang justru terjebak pada rutinitas yang menyebabkan tidak berkembang. Maka dari itu, cara agar produktif setiap hari perlu diupayakan.

Bisa dibilang, tidak semua perempuan siap menjadi ibu. Atau lebih tepatnya, terkadang tidak punya gambaran realistis bagaimana peran seorang ibu itu sebenarnya?

Setelah menikah, seorang perempuan akan beradaptasi dengan suami dan hidup barunya. Belum selesai beradaptasi, masuk masa kehamilan yang disusul dengan persalinan. Harus adaptasi lagi dengan kehadiran seorang anak dalam fase pengasuhan. Lalu hamil dan melahirkan lagi, begitu seterusnya.

Proses adaptasi yang belum tuntas masih harus dihadapkan pada konstruksi sosial yang memposisikan tugas domestik dan mengurus anak dibebankan pada seorang ibu. Sebagai manusia dengan energi terbatas, ibu dituntut untuk bisa melakukan perencanaan matang dalam keseharian, mendidik dan mengasuh, sekaligus mengendalikan diri.

Jika dulu perempuan identik dengan sepenuhnya urusan domestik, kini didorong dan terfasilitasi di dunia kerja. Perempuan punya kesempatan untuk keluar dari peran tradisionalnya. Meski begitu, urusan rumah tangga masih banyak dibebankan pada sosok ibu.

Pada akhirnya, baik perempuan berkiprah di ranah publik maupun domestik dihadapkan pada tantangan yang sama yaitu tentang menngembangkan dirinya sendiri dan menempatkan prioritas hidupnya. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya stagnan, merasa tidak berkembang, bahkan muncul rasa 'tak berguna' menjadi ibu.

Kelelahan, stress, depresi, dan berbagai masalah mental lainnya sering terjadi di kalangan ibu-ibu. Dari keresahan-keresahan itulah mother culture hadir menawarkan konsep bagaimana seorang ibu bisa terus bertumbuh dan merawat dirinya.

Sekilas Tentang Mother Culture

Dalam metode Charlotte Mason, mother culture dianggap sebagai solusi bagi para ibu yang kelelahan lahir dan batin. Metode Charlotte Mason (CM) sendiri merupakan salah satu metode homeschooling yang diinisiasi oleh Charlotte Mason.

Charlotte Mason (1842-1923) merupakan pemikir pendidikan Inggris terkemuka. Ia memandang bahwa semua anak dari strata sosial manapun berhak mendapatkan pendidikan serta pengajaran dengan kurikulum yang beraneka ragam. Tidak heran jika CM tidak hanya mendidik anak-anak, namun juga orang tuanya.

Dalam buku A Charlotte Mason Companion, Karen Andreola menuliskan bahwa istilah “Mother Culture” berasal dari salah satu artikel dalam majalah The Parents Review asuhan Charlotte Mason, Vol. 3 No. 2 tahun 1893 yang mengutip perkataan si “A”. Penulis artikel tersebut tidak menyebutkan namanya, hanya mencantumkan inisial “A”.

Kata si “A”, Mother Culture berarti cara seorang perempuan terus mendidik dirinya sendiri sembari menjalani panggilan hidup sebagai seorang ibu. Ia terus mendampingi anak-anaknya sambil terus belajar untuk dirinya dengan tidak mengabaikan waktu bagi dirinya sendiri.

Karena metode Charlotte Mason menekankan pada mendidik anak dan orang tua, maka menolak pengorbanan diri berlebih dari para orang tua. Mereka harus bertumbuh bersama-sama. Tidak hanya tugas ibu, ayah pun juga punya keharusan yang sama.

Mengapa Para Ibu Perlu Mother Culture?

alasan mengapa perlu mother culture
Seorang ibu kerap dihadapkan pada banyak hal yang menjadi tantangan dan pertentangan dalam hidupnya. Berikut beberapa kejadian dalam hidup ibu yang menjadi alasan perlunya mother culture.

1. Berbagai perubahan di hidupnya

Seorang perempuan melewati fase perubahan yang signifikan dalam dirinya. Ada masa transisi fisik dan psikis ketika menjadi ibu. Proses ini disebut matrescence.

Matrescence sering dianggap sebagai proses alami. Meski demikian, banyak ibu yang belum siap dan merasa kewalahan ketika mengalami berbagai perubahan yang terjadi. Sehingga, tidak heran jika akhirnya banyak yang lepas kendali dan ibu menjadi kelompok yang rentan terganggu kesehatan mentalnya.

2. Adanya perasaan tarik menarik

Perasaan tarik menarik terjadi ketika ibu merasa egois saat memikirkan kebahagiaan dirinya, namun di satu sisi ia membutuhkannya sambil terus merasa kebahagiaan dan kebutuhan anak adalah yang utama. Perasaan seperti inilah yang kerap membuat ibu kehilangan prioritasnya.

3. Kurangnya kontrol diri

Kebahagiaan diri yang belum terpenuhi, masih ditambah dengan rasa iri dan kurangnya percaya diri ketika melihat hidup orang lain, rentan membuat ibu lepas kendali. Muncul perasaan membanding-bandingkan dengan orang lain, hingga insecure.

Tidak sedikit pula yang merasa iri justru pada suaminya sendiri. Mereka menganggap para suami seolah tak peduli dengan urusan rumah dan pengasuhan anak, dan hanya fokus pada karir, hobi, dan dirinya.

Tantangan lain dari kontrol diri yang dihadapi ibu-ibu masa kini adalah zaman penuh distraksi. Sisa waktu sedikit dari mengurus pekerjaan rumah, terbuang sia-sia karena terdistraksi gawai. Secara impulsif, ketika melihat sesuatu yang menarik yang sebenarnya tidak terlalu esensial baginya akan terus digali hingga lupa waktu.

4. Rasa bersalah

Bagi seorang ibu, sudah barang tentu rasa bersalah kerap hadir. Perasaan sedih karena belum bisa memberikan yang terbaik bagi anak, adalah keresahan yang lumrah terjadi. Ibu bisa saja mengalami down hingga penyesalan yang berlarut-larut yang berujung pada penghakiman bagi diri sendiri jika tidak diimbangi dengan rasa syukur.

Terus merasa bersalah yang berkepanjangan tanpa diiringi dengan perbaikan dan upaya bagi ibu bertumbuh, justru akan berdampak kurang baik bagi ibu sendiri atau anggota keluarga lainnya. 


Manfaat Mother Culture

pentingnya mother culture bagi para ibu
Setelah mengetahui sekilas tentang mother culture beserta alasan untuk menerapkannya, berikut manfaat yang dapat dipetik.

1. Me time yang berkualitas

Prinsip mother culture adalah merawat batin agar senantiasa punya energi positif dalam menjalani hari. Sehingga, konsep me time bukan sekedar kebahagiaan sesaat yang dicapai, namun juga terus berusaha untuk memberi makan pada jiwa.

Seperti menyediakan waktu khusus untuk baca buku, nonton, mengalokasikan waktu untuk melakukan hobi ataupun mencoba hal-hal baru. Jadi, tidak ada salahnya seorang ibu melakukan hal-hal yang disukainya, asal bisa membangkitkan sesuatu dalam dirinya yang bisa dikembangkan.

Sebagai contoh ada orang yang gemar nonton drama korea. Tentu menyimak episode demi episode dan menunggu yang on going pun rela dilakukan.

Biar tidak hanya menikmati keviralan sesaat, ia kemudian menuliskan review atau sinopsis hingga menjadi blogger khusus pemerhati drama korea. Ia tidak hanya terjebak dalam informasi, tapi justru mengolah proses kreatif tersebut sehingga turut sebagai sumber viral.

2. Bertumbuh bersama anak-anak

Menekankan pendidikan bagi anak dan orang tua, memungkinkan untuk tumbuh bersama. Melakukan dan menghasilkan sesuatu yang produktif dengan kerja sama. Sekali lagi, mother culture juga bisa berlaku bagi para ayah yang punya tugas dan kesempatan yang sama untuk tumbuh kuat dari dalam rumah.

3. Menjaga keseimbangan hidup

Prinsip mother culture yang menolak pengorbanan diri berlebih, sehingga membuat orang akan lebih memahami diri dan kebutuhan serta keinginannya. Ibu tidak perlu merasa bersalah jika sesekali menggunakan waktunya untuk mendapatkan waktu berkualitas bagi dirinya sendiri.

Di satu sisi, justru akan diuntungkan dengan mengetahui apa yang ia butuhkan dan bisa dilakukan untuk terus produktif, ibu sedang memberi gambaran realistis bagi anak bagaimana sosok ibu itu sebagai individu maupun figur yang luar biasa bagi hidup anaknya.

4. Menciptakan atmosfir belajar yang sehat

Tidak hanya bagi ibu, sebenarnya mother culture juga bisa buat para ayah agar tidak terjebak pada ketidakseimbangan hidup. Untuk itu, sama-sama berjuang untuk bertumbuh akan membawa pada semangat mempelajari berbagai hal.

Dengan terus bekerja sama antar anggota keluarga, bisa saling support dan menguatkan untuk mendapatkan lingkungan belajar yang baik. Sekaligus, selain membentuk lingkungan yang baik untuk bertumbuh, juga bisa menciptakan kenangan berharga bagi setiap anggota keluarga.


Cara Agar Produktif Setiap Hari Dengan Mother Culture

cara menerapkan mother culture
Tidak jarang dari para ibu muncul perasaan insecure atas pencapaian orang lain. Terutama bagi ibu rumah tangga yang hanya memusatkan aktivitasnya di rumah. Sementara bagi ibu bekerja, pekerjaan kantor dengan tekanan tinggi juga justru menghambat untuk bertambah. Untuk itu, berikut beberapa cara agar terus bisa produktif.

1. Kenali diri

Terlalu sering mengutamakan anak dan suami, bisa jadi membuat ibu melupakan dirinya. Untuk itu, kenali diri kembali sambil terus mengingat atau merumuskan visi hidup.

Ibu juga manusia yang punya panggilan hidup tersendiri. Mother culture mencoba membantu para ibu untuk mewujudkan cita-citanya tanpa harus meninggalkan peran utama di rumah.

2. Lakukan hal-hal yang disukai

Setiap ibu bisa memilih aktivitas apapun untuk mengembangkan dirinya. Lakukan hal-hal yang sekiranya akan membuat diri senang ketika melakukannya tanpa terbebani

Seperti saya yang akhirnya memutuskan untuk terjun dalam dunia blogging setelah menguatkan the big why. Sekaligus sebagai salah satu upaya menjaga mental dengan terus produktif menulis.

3. Sediakan waktu untuk refleksi

Sediakan waktu khusus untuk merenungkan dan mengintrospeksi diri untuk mendapat ketenangan. Mother culture menekankan aspeknya holistik yang melibatkan fisik, mental, dan intelektual. Sehingga perlu untuk merawat tubuh, pikiran, dan spiritualitas.

Jadi, tidak ada salahnya mencoba rutin berolahraga, melakukan perawatan diri baik sederhana di rumah atau bebayar di tenaga profesional. Yang tidak kalah pentingnya adalah isi asupan rohani, bisa dengan mendatangi kajian atau menyimak dari sumber terpercaya.

4. Sederhanakan hidup

Merasa hidup terlalu berat dijalani dengan mengemban tugas sebagai seorang ibu, dan dihadapkan pada ambisi melakukan banyak hal dalam satu waktu, membuat seseorang bisa merasa tertekan. Maksud hati ingin melakukan yang terbaik, nyatanya tidak jarang akhirnya hanya fokus mengejar target pujian dari orang lain agar bisa disebut 'ibu yang baik'.

Untuk menyederhanakan hidup, kita bisa mendefinisikan ulang makna produktif sesuai kapasitas masing-masing agar tidak iri dengan pencapaian orang lain. Makna produktif itu luas, jangan batasi hanya pada yang sifatnya materi.

Untuk itu, perlu menyederhanakan hidup dengan terus menjadi diri sendiri dan memberi makan jiwa kita. Karena, dari pada ibu yang sempurna dan sok kuat, ternyata anak-anak lebih membutuhkan ibu yang bahagia.

5. Bekerja sama dengan pasangan

Pasangan adalah supporter utama sekaligus partner bertumbuh. Tidak mungkin akan berhasil jika hanya salah satu yang berkembang, sementara yang lain tidak peduli sama sekali. Harus ada kerja sama untuk hasil yang lebih baik.

Komunikasikan apa yang menjadi keinginan dan tujuan kita. Tidak ada salahnya juga, kita refleksikan hal-hal yang mungkin bisa dilakukan bersama untuk mengembangkan diri. Seperti menjalankan bisnis keluarga, atau membuat buku berdua.

6. Bersosialisasi

Sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa lepas hidup bermasyarakat. Untuk membantu tetap produktif, alangkah baiknya jika bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar kita.

Kita bisa saling berbagi dan berkolaborasi untuk menebar manfaat. Memberi kesempatan bagi diri sendiri untuk menyalurkan apa yang kita bisa, sekecil apapun itu.

7. Bijak dalam mengolah informasi

Di era digital ini, arus informasi bergerak begitu cepat dan mudah. Jika tidak menyaring dengan baik, tidak menutup kemungkinan kita terjebak dan akhirnya menghambat aktivitas karena terlalu asyik hanyut dalam informasi tersebut hingga lupa waktu.

Dampak lain dari kemajuan teknologi informasi, kita dapat dengan mudah menyimak kehidupan orang lain. Jika tidak berhati-hati, bisa saja kita merasa rendah diri terhadap pencapaian orang tersebut.

 Hal lain dari informasi yang bisa menghambat diri kita untuk berkembang adalah seringnya membenturkan kepakaran. Alih-alih menambah informasi, yang ada kita malah bingung menerapkannya atau justru menjadi fanatik sempit.

Penutup

Menjadi keluarga yang bisa terus bertumbuh tidak bisa lepas dari bagaimana setiap individu di dalamnya bertumbuh. Begitu pula anak pembelajar membutuhkan figur orangtua pembelajar.

Namun, atas dalih kesibukan mengurus anak dan rumah, mencari nafkah, serta memenuhi berbagai kewajiban sosial sering membuat orangtua mengabaikan pertumbuhan dirinya sendiri. Untuk itu, kita harus siap memperbaiki diri dengan menerapkan cara agar produktif setiap hari melalui mother culture.



Referensi:
https://cmindonesia.com/me-time-saja-tak-cukup-ibu-perlu-mother-culture/
https://thejoyfilledmom.com/mother-culture-the-what-why-and-how/
https://magdalene.co/story/matrescence-apa-yang-saya-pelajari-saat-bertransisi-menjadi-ibu
https://www.meykkesantoso.com/2019/03/penyebab-matrescence-dan-cara.html

Related Posts

4 komentar

  1. Ali kadang merasa bersalah, karena merasa belum menjadi ibu yang baik.

    BalasHapus
  2. fase pernikahan adalah fase yang perlu dikenali lebih dalam ya mba, perlu dirangkul... seringkali merasa tak berdaya dan lelah tapi ibu harus kuat dan strong dan sesekali merasa lelah itu juga nggak papa.

    BalasHapus
  3. Bagus banget ini materi nya Mba bisa buat bekal menuju jenjang rumah tangga. Apalagi buat aku yang belum berumah tangga.

    BalasHapus
  4. Semangat menjaga mental buat kitaaa semua!

    BalasHapus

Posting Komentar