Krisis iklim menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan hidup manusia dan planet kita. Meski telah menjadi masalah global, namun belum banyak orang yang menyadari betapa mengerikannya dampak bencana iklim. Seolah-olah masih saja dianggap seperti dongeng pengantar tidur dan menjadi isu eksklusif di beberapa kalangan saja.
Perubahan iklim terjadi akibat aktivitas manusia telah menyebabkan berbagai macam dampak negatif. Seperti kenaikan permukaan laut, peningkatan suhu, dan perubahan cuaca ekstrem. Dampak krisis iklim ini tidak hanya menjadikan Bumi tidak baik-baik saja. Namun juga mengancam kehidupan manusia terutama anak-anak dan perempuan yang menjadi kelompok rentan terdampak.
Menurut laporan dari United Nations Children's Fund (UNICEF), sekitar 1,5 miliar anak hidup di daerah yang terkena dampak krisis iklim, dan 160 juta anak hidup di daerah yang terkena bencana alam setiap tahunnya. Anak-anak yang hidup di daerah tersebut memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap malnutrisi, penyakit, dan kekerasan. Data terbaru memperlihatkan krisis iklim menyebabkan hampir 5 juta anak meninggal setiap tahunnya.
Di sisi lain, data dari UN Women (2022) menunjukkan bahwa krisis iklim menyebabkan 60% lebih banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang mayoritas korbannya adalah perempuan. Angka ini belum termasuk dengan perdagangan anak perempuan di beberapa wilayah Afrika yang terjadi akibat krisis pangan karena kekeringan.
Jika direnungkan lebih dalam, perempuan dan anak-anak memiliki peran penting dalam mengatasi krisis iklim. Sebagai pengguna sumber daya alam dan lingkungan hidup yang besar, mereka dapat berkontribusi dalam mengurangi dampak dari krisis iklim dengan cara mengubah perilaku konsumsi dan produksi. Keduanya merupakan agen perubahan dalam mendorong perubahan kebijakan dan praktik yang ramah lingkungan.
Untuk meningkatkan peran anak-anak dan perempuan dalam mengatasi krisis iklim, diperlukan upaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman mereka tentang kelestarian alam dimulai dari. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan ekoliterasi di keluarga.
Mengenal Konsep Ekoliterasi
Sejak tahun 1970-an, para ahli lingkungan hidup mulai memperkenalkan konsep lingkungan hidup sebagai topik yang penting dalam pembangunan berkelanjutan. Sementara itu, pada tahun 1980-an telah diperkenalkan gerakan ekopedagogik sebagai konsep pendidikan lingkungan yang berbasis pada pengalaman dan partisipasi siswa dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.Istilah ekoliterasi secara resmi pertama kali diperkenalkan oleh David W. Orr pada tahun 1992 dalam bukunya yang berjudul "Ecological Literacy: Education and the Transition to a Postmodern World". Penggebungan ‘ecology’ dan ‘literacy’, memperlihatkan kemampuan untuk memahami hubungan antara manusia dan lingkungan hidup, serta kemampuan untuk mengambil tindakan yang ramah lingkungan.
Beberapa lembaga pendidikan dan organisasi lingkungan mulai mengembangkan program ekoliterasi untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup. Termasuk di Indonesia yang telah meneraplan konsep ini dalam kurikulum pendidikan sejak tahun 1980-an.
Kini, ekoliterasi mulai banyak diminati sebagai upaya membekali diri di tengah ancaman krisis iklim. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kelestraian alam diharapkan mampu untuk mengembangkan keterampilan mereka dalam memecahkan masalah lingkungan hingga terbentuk gaya hidup berkelanjutan.
Cara Membangun Ekoliterasi Pada Anak Usia Dini
Berbicara perihal bencana iklim, tentu membutuhkan kesadaran individu maupun kolektif untuk mulai memperhatikan lingkungan hidup kita. Keluarga sebagai kelompok sosial terkecil dalam masyarakat, memiliki peran penting untuk membangun kesadaran akan kelestarian lingkungan.Keluarga dapat berperan sebagai agen perubahan dalam menanamkan nilai-nilai cinta lingkungan kepada anak sejak dini. Mereka yang memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan hidup akan lebih siap untuk menghadapi dampak krisis iklim.
Untuk itu, membangun ekoliterasi untuk anak bisa dimulai dari keluarga. Berikut cara yang bisa diterapkan orang tua untuk meningkatkan ekoliterasi pada anak:
1. Menjadi panutan dan teladan bagi anak
Keluarga adalah lingkungan pertama dan terpenting bagi anak. Orang tua dan anggota keluarga lainnya dapat menjadi panutan bagi anak. Sehingga, sangat penting bagi orang tua terlebih dahulu memiliki kesadaran akan kelestarian alam agar bisa menunjukkan perilaku ramah lingkungan.Anak-anak akan mengikuti dan meneladani apa yang orang tua mereka lakukan. Semakin sering terpapar perilaku positif dari orang dewasa di sekitarnya yang lebih memperhatikan lingkungan, akan semakin mudah pula dalam membangun karakter anak yang lebih peduli lingkungan.
2. Menanamkan nilai-nilai cinta lingkungan
Membangun kesadaran saja tidak cukup, perlu diperkuat dengan menanamkan nilai-nilai cinta lingkungan agar apa yang dilakukan bisa berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti mengenalkan dan membacakan buku bertema lingkungan, bercerita, bermain, dan mengajak anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup.Cara ini juga memungkin bagi sebuah keluarga untuk menerapkan sustainable lifestyle. Dimulai dengan lebih mindful menjalani aktivitas harian yang berpotensi menyelamatkan lingkungan. Seperti menghemat air, mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah dan mengolah sampah, maupun berkebun di rumah.
3. Melibatkan anak dalam aktivitas menjaga lingkungan
Mengajak anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan berorientasi lingkungan di rumah atau di masyarakat, dapat meningkatkan kesadaran mereka tentang pentingnya menjaga lingkungan. Semakin sering anak diberi ruang untuk berkegiatan dan berinteraksi dengan alam, akan semakin mengasah kepekaannya terhadap sekitar.4. Menjadi pendukung dan fasilitator bagi anak
Keluarga dapat menjadi fasilitator bagi anak untuk belajar tentang lingkungan hidup. Orang tua bisa menfasilitasi mereka untuk mencari informasi dan sumber daya tentang lingkungan hidup. Tidak cukup sampai di situ, memberikan dukungan moral dan materi kepada anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan pelestarian lingkungan, dapat meningkatkan rasa percaya diri anak bahwa mereka pun bisa menjadi pahlawan bagi sekitarnya.Dengan meningkatkan ekoliterasi pada anak usia dini, diharapkan mampu membantu mereka agar tumbuh menjadi individu yang peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitar. Hal ini juga dapat membantu mengurangi dampak dari krisis iklim terhadap anak dan keluarga. Seperti meningkatnya risiko kesehatan, terjadinya bencana alam yang lebih sering dan parah, menurunnya kualitas lingkungan hidup, meningkatnya risiko kemiskinan, dan terjadinya kekerasan terhadap anak-anak.
Oleh karena itu, penting bagi keluarga untuk meningkatkan ekoliterasi pada anak usia dini. Sebagai orang tua, kita tugas kita tidak hanya berupaya menyelamatkan generasi masa depan. Tapi juga mengupayakan lingkungan yang layak untuk mereka tinggal.
Referensi:
McBride, B.B., et al. 2013. Environmental literacy, ecological literacy, ecoliteracy: What do we mean and how did we get here?. Ecosphere 4, 1-20.
https://www.linkedin.com/pulse/11-simple-ways-help-kids-start-developing-ecoliteracy-anne-shaw
sudah saatnya manusia kembali ke alam, krisis iklim dunia tidak hanya menjadi tugas pemerintah atau golongan tertentu saja, tetapi tugas kita bersama untuk menjaga alam agar kembali seperti semula, konsep ekoliterasi sangat bagus dan harus diterapkan
BalasHapusPenting banget ya kita mengenalkan ekoliterasi sama anak. Aku juga cukup sering melibatkan anakku kalau lagi menanam tanaman dan menyiram. Jadi anakku skrng tahu kalau tanaman itu perlu kita jaga salah satunya dengan menyiramnya. Memberitahu kalau tanaman itu ciptaan Allah, harus kita jaga jangan dirusak.
BalasHapusKalau bukunya belum ada yg bertema lingkungan, boleh nih aku coba.
Alam kita emang sudah semakin rusak ya karena ulah manusianya sendiri. Setuju sekali kalo mengenalkan cinta alam dan lingkungan pada anak dimulai dari kita sebagai orang tua. Karena anak adalah sosok peniru. Jadi kita memang harus memberikan contoh yg baik untuk ditiru anak.
BalasHapusSetuju banget nih kalau sejak dini anak-anak sudah dikenalkan dengan adanya gerakan ekoliterasi. Karena memang bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Polusi udara, krisis iklim, kebakaran hutan dan lainnya menjadikan bumi sudah bergeser dari standar layak huni. Yuk lah libatkan anak-anak dalam kegiatan yang ramah lingkungan.
BalasHapusSepakat nih mbak, sejak dini memang seabiknya anak-anak dikenalkan dengan lingkungan, tidak hanya dari segi literasi saja, tetapi juga dekat dengan alam, agar mereka mulai terbiasa dilibatkan dalam menjaga alam
BalasHapusKalau anak diperkenalkan ekoliterasi, paling tidak mereka akan paham gimana cara menjaga bumi sejak dini. Lihat situasi sekarang tuh luar biasa mulai dr polusi, musim yang tidak sesuai waktunya dan masalah lingkungan lainnya
BalasHapusJangankan anak-anak..generasi kita pun rasanya perlu sekali ekoliterasi ya karena tidak hanya pemahaman namun juga penerapannya di kehidupan sehari-hari
BalasHapusRasa ikut menjaga lingkungan, memang gak bisa instan. Harus ditumbuh-kembangkan sejak dini. Itulah pentingnya ekoliterasi bagi anak. Dengan memahami hakikat hubungan antara manusia dan alam, anak dengan sendirinya akan sadar akan pentingnya menjaga lingkungan.
BalasHapus