Penggunaan energi dalam rumah tangga menjadi salah satu kegiatan manusia sebagai pemicu emisi karbon dan menyebabkan pemanasan global serta kerusakan lingkungan. Lalu, bagaimana cara melestarikan bumi yang bisa dilakukan dari rumah terutama oleh para ibu untuk meminimalisir terjadinya bencana besar yang merugikan?
Dengan memahami bahwa ibu sebagai pendidik paling utama, peran ibu dalam menjaga kelestarian alam dianggap memiliki potensi yang besar. Di dalam rumah, ibu adalah sosok yang memiliki porsi lebih banyak waktu mengurus rumah dan seluruh anggota keluarga.
Ada harapan besar bagi para perempuan, khususnya ibu agar lebih bijak dalam mengatur penggunaan sumber daya alam karena sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anggota keluarga. Untuk itu, meski dari dalam rumah, ibu bisa terus produktif dengan meningkatkan pengetahuan tentang langkah-langkah strategis untuk semakin peduli pada lingkungan, peka terhadap penyebab kerusakan dan dampaknya.
Tinggi rendahnya resiko bencana di suatu wilayah ditentukan oleh tingkat kerusakan lingkungannya. Adapun penyebab kerusakan lingkungan itu sendiri dikategorikan dalam dua faktor, yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia.
Terjadinya gempa bumi akan memicu bencana yang lain seperti tsunami, tanah longsor, kebakaran, pergeseran struktur tanah yang bisa merobohkan bangunan, hingga munculnya wabah penyakit.
Beberapa dampak yang merugikan manusia seperti merusak bangunan, memunculkan gas beracun atau udara kotor yang mengganggu pernapasan. Namun, ada pula dampak positif bagi alam, seperti tanah yang menjadi subur akibat tercampur dari material yang dikeluarkan oleh gunung.
Biasanya, tsunami dipicu oleh gempa bawah laut, letusan gunung berapi di bawah laut, longsor di bawah laut, dan hantaman meteor yang mencapai bumi. Selain menimbulkan kerusakan dan mengganggu stabilitas ekonomi, tsunami juga berpotensi memunculkan wabah karena benda-benda kotor akibat sapuan gelombang.
Melihat dari penyebabnya, akhir-akhir ini juga beberapa pakar menyebutkan aktivitas manusia bisa memicu lebih banyak terjadi badai. Kenaikan permukaan air laut saat akibat dari pemanasan global yang tidak terkendali, akan menyebabkan kemunculan badai dan perubahan iklim.
Sistem Tata Surya memang tak pernah sepi dengan berbagai peristiwa di dalamnya. Setidaknya diprediksikan sebanyak 100 ton benda dari angkasa menghantam Bumi setiap harinya. Jika lapisan atmosfer semakin menipis yang disebabkan karena ulah manusia, bencana akibat hantaman benda langit tidak bisa dihindari lagi.
Sedangkan penyebab yang dikarenakan ulah tangan manusia yang paling sering terjadi adalah membuang sampah sembarangan, penebangan hutan secara liar, mendirikan bangunan di daerah resapan, dan mengubah pengaturan drainase tanpa memperhatikan amdal.
Berbagai aktivitas manusia juga tidak luput menyebabkan tanah longsor. Seperti penggundulan hutan, penataan lahan yang kurang tepat, beban tambahan pada tanah yang kurang padat, hingga timbunan sampah di tempat pembuangan akhir.
Penyebab deforestasi yang umum terjadi adalah kebakaran hutan baik disengaja maupun proses alami, alih fungsi lahan untuk perkebunan atau pertanian, pertambangan dan pengeboran sumber daya alam, serta perambahan hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia baik legal maupun ilegal.
Berkurangnya tutupan hutan akan sangat mengganggu stabilitas alam. Sebab, banyaknya bencana alam tidak bisa terlepas dari kondisi hutannya seperti penggundulan yang menyebabkan banjir, kekeringan karena terganggunya siklus air, pemanasan global dan perubahan iklim karena berkurangnya cadangan karbon, hingga punahnya flora dan fauna.
Eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya laut, pemanfaatan pesisir sebagai tempat wisata dan resort yang melebihi kapasitas, penambangan pasir hingga pemanasan global berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kerusakan garis pantai.
Temuan polusi laut akan berdampak bagi ekosistem dan kesehatan. Seperti terganggunya ekosistem, habitat, biota laut, dan penyusutan kualitas lingkungan di pesisir pantai. Sekaligus berdampak pada kesehatan jika mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi zat kimia berbahaya, juga secara ekonomi menurunkan kesejahteraan nelayan.
Dengan demikian, sebagai ibu yang punya peran strategis dan pengambil kebijakan penting dalam urusan rumah tangga, sesederhana apapun dapat melakukan upaya mitigasi terkait dengan cara melestarikan bumi untuk pencegahan dampak perubahan iklim. Seperti melakukan hal-hal berikut:
Meski demikian, catatan dari berbagai negara menyebutkan sepertiga dari makanan yang dimaksudkan untuk konsumsi manusia, sekitar 1,3 miliar tonnya terbuang dan menyumbang sekitar 4,4 gigaton emisi gas rumah kaca setiap tahunnya. Sampah makanan ini bisa berasal dari hasil yang rusak, pengolahan yang belum maksimal, terbuang karena alasan estetika, hingga sisa makanan konsumsi.
Untuk itu, sebagai ibu kita bisa lebih bijak dalam mengelola sampah rumah tangga baik itu organik maupun anorganik. Seperti mendaur ulang kertas atau plastik, mengolah sampah organik menjadi eco enzym maupun kompos, atau yang paling sederhana melakukan perencanaan yang matang untuk penghematan dan agar tidak ada yang terbuang sia-sia.
Beberapa contoh penghematan air yang bisa dilakukan adalah menutup keran air jika tidak digunakan, segera memperbaiki atau mengganti jika keran bocor, menampung air bekas cucian sayur dan buah kemudian menggunakannya untuk menyiram tanaman, mencuci pakaian dalam jumlah banyak, bagi yang punya bisa menggunakan shower yang menghabiskan lebih sedikit air dibanding dengan gayung.
Menghemat listrik dapat dilakukan dengan cabut kabel berbagai alat elektronik ketika tidak digunakan, merawat peralatan elektronik secara teratur, memilih peralatan hemat energi, memasang saklar pintar, memasang panel surya untuk energi cadangan, dan sering membuka jendela untuk mengurangi penggunaan lampu.
Dalam bercocok tanam pun kita bisa memanfaatkan barang-barang bekas untuk dijadikan pot maupun hiasan taman. Dengan adanya berbagai tumbuhan, juga memudahkan kita bijak dalam penggunaan air. Seperti, menampung air hujan, menggunakan air bekas cucian sayur atau buangan akuarium untuk menyiram.
Jika tanaman sudah diperbanyak dan berkembangbiak, dibagikan pada orang-orang agar ikut bercocok tanam pula atau saling tukar dengan tanaman milik teman. Hal ini akan menjadikan lebih banyak yang terlibat dalam penghijauan untuk menjaga lingkungan.
Sebagai selingan sumber protein hewani, kita bisa mengkonsumsi protein nabati hasil dari kebun sendiri atau belanja dari petani lokal. Pemilihan ini dinilai lebih menjaga keberlanjutan dan ketahanan pangan lokal.
Meski tidak sepenuhnya menghindari daging, pembatasan konsumsinya juga akan bermanfaat bagi kesehatan. Sekarang ini, bisnis makanan sehat banyak berkembang. Produsen-produsen kreatif memadukan pangan sehat dengan artisan yang melahirkan olahan tumbuhan tapi punya cita rasa mirip masakan daging.
Para ibu juga bisa belajar menerapkannya, terutama yang anggota keluarganya alergi dengan protein hewani tertentu. Dengan pengolahan yang tepat, nutrisi tubuh tetap terpenuhi meski harus mengurangi konsumsi daging.
Akhir-akhir ini, gerakan ramah lingkungan dimulai dari cara yang paling sederhana, termasuk berdasarkan pemakaian barang yang ramah lingkungan. Untuk itu, ibu sebagai decision maker, bisa sekaligus mengedukasi anggota keluarga lainnya dari alasan menggunakan bahan yang sustainable hingga menyediakannya.
Seperti belanja online yang akan menambah jumlah sampah dari bungkus yang dipakai. Terkadang tidak hanya selapis, demi keamanan produk sampai ke pembeli, seller tidak ragu-ragu membungkusnya berlapis agar tidak mudah pecah. Belum lagi jarak tempuh paket yang harus dibawa oleh kendaran, bisa saja menambah emisi karbon.
Untuk itu, jika yang dibutuhkan tersedia di toko terdekat, kita bisa membelinya langsung dengan membawa kantong belanja sendiri. Selain untuk membantu usaha di sekitar, kita juga berperan mengurangi sampah dan polusi. Apalagi jika membelinya dengan berjalan kaki atau bersepeda.
Hal lain yang bisa dilakukan adalah membeli barang preloved. Banyak barang yang bisa dibeli dari barang bekas tapi masih layak digunakan dengan fungsi yang masih sama. Membeli barang-barang secondhand, selain untuk berhemat juga mengurangi jumlah dan kegiatan produksi. Otomatis, akan mengurangi limbah pabriknya juga.
Kendaraan akan menghasilkan asap yang menyebabkan polusi udara. Sementara bahan bakarnya yang masih menggunakan bahan bakar minyak, akan meningkatkan emisi karbon. Untuk itu, sebagai individu dengan mobilitas tinggi, pemilihan moda transportasi akan berdampak bagi lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Mengutip dari sebuah tulisan dalam salah artikel yang diterbitkan The Conversation, baru-baru ini terungkap sains terkait menyusui dan perubahan iklim. Bahwa menyusui mengekstraksi sedikit sumber daya alam, seperti air atau tanah, tidak menghasilkan emisi karbon, dan minim atau nol limbah.
Sebagaimana anjuran medis bahwa menyusui sebagai KB alami, pemberian ASI mampu menekan ovulasi, sehingga membantu pembatasan jumlah anggota keluarga secara natural. Hal ini bisa menjaga sumber daya Bumi dari dampak yang ditimbulkan oleh manusia, sekaligus memastikan anak-anak sebagai generasi penerus tetap sehat.
Tidak cukup sampai disitu, sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa menyusui selama enam bulan menghemat 95-153 kg CO₂e (carbon dioksida ekuivalen) untuk tiap bayi dibandingkan dengan pemberian susu formula. Tentu hal ini akan berdampak pada penghematan emisi karbon.
Belum lagi dalam pembuatan susu formula yang memerlukan sekitar ribuan liter air per kilo susu. Ditambah dengan penggunaan bahan-bahan seperti minyak kelapa sawit untuk kebutuhan mineral dan vitamin bagi pertumbuhan bayi. Serta proses sterilisasi agar layak dikonsumsi yang harus dipanaskan dengan suhu tertentu.
Sebuah riset menunjukkan bahwa 550 juta kaleng susu formula, 86.000 ton logam, dan 364.000 ton kertas yang dibuang ke TPA setiap tahunnya. Belum lagi, pengalaman para ibu yang biasanya menyusui, akan berpengaruh pada periode haid pasca melahirkan yang datang lebih lambat. Tentu ini akan mengurangi pula sampah pembalut dan tampon.
Termasuk aktivitas dalam lingkup rumah tangga yang tanpa disadari menyumbang banyak sampah dan limbah yang merugikan lingkungan. Sosok ibu dengan peran sentralnya, diharapkan mampu menjadi penggerak dalam upaya menjaga lingkungan melalui cara melestarikan bumi dari rumah, dimulai dari hal paling kecil dan sederhana sekalipun.
Referensi:
https://politik.brin.go.id/kolom/etnisitas-gender-agama/perempuan-dan-dampak-perubahan-iklim/
https://komitmeniklim.id/perempuan-dan-perubahan-iklim/
https://news.unika.ac.id/2021/06/peran-ibu-untuk-bumi/
https://theconversation.com/menyusui-bisa-membantu-menghadapi-perubahan-iklim-ini-penjelasan-akademisi-126145
https://betahita.id/news/lipsus/5832/10-masalah-lingkungan-terbesar-2020-sampah-sampai-deforestasi.html?v=1614581242
https://hijauku.com/2021/02/13/bukti-pencemaran-ekosistem-merusak-lingkungan-dan-kesehatan/
https://www.harianhaluan.com/lifestyle/pr-101275132/penyebab-kerusakan-lingkungan-beserta-upaya-pelestarian-lingkungan
Dengan memahami bahwa ibu sebagai pendidik paling utama, peran ibu dalam menjaga kelestarian alam dianggap memiliki potensi yang besar. Di dalam rumah, ibu adalah sosok yang memiliki porsi lebih banyak waktu mengurus rumah dan seluruh anggota keluarga.
Di sisi lain, Data PBB menyebutkan bahwa 80% perempuan menjadi kelompok terdampak adanya perubahan iklim. Hal ini terkait perannya sebagai perawat dan penyedia makanan, yang akan berdampak pada pangan, lingkungan, kesehatan, energi, sosial budaya hingga perekonomian.
Ada harapan besar bagi para perempuan, khususnya ibu agar lebih bijak dalam mengatur penggunaan sumber daya alam karena sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anggota keluarga. Untuk itu, meski dari dalam rumah, ibu bisa terus produktif dengan meningkatkan pengetahuan tentang langkah-langkah strategis untuk semakin peduli pada lingkungan, peka terhadap penyebab kerusakan dan dampaknya.
Penyebab Kerusakan Lingkungan
Kerusakan lingkungan hidup merupakan penurunan mutu lingkungan atau bisa disebut sebagai proses deteriorasi. Biasanya ditandai dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya flora dan fauna liar, hingga kerusakan ekosistem yang akan berdampak langsung bagi kehidupan manusia.
Tinggi rendahnya resiko bencana di suatu wilayah ditentukan oleh tingkat kerusakan lingkungannya. Adapun penyebab kerusakan lingkungan itu sendiri dikategorikan dalam dua faktor, yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia.
Kerusakan Lingkungan Akibat Faktor Alam
Kerusakan lingkungan karena faktor alam atau biasa kita kenal dengan bencana alam, terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia. Namun masih bisa diprediksikan kedatangannya meski tidak sepenuhnya akurat. Berikut beberapa contoh penyebab rusaknya lingkungan karena faktor alam.1. Gempa Bumi
Gempa bumi terjadi akibat pergerakan lempeng bumi atau aktivitas gunung berapi. Dampak yang ditimbulkan tergantung pada kekuatan gempa. Indonesia menjadi salah satu negara yang rawan gempa bumi karena berada di wilayah 'ring of fire', atau dikelilingi gunung berapi yang masih aktif.Terjadinya gempa bumi akan memicu bencana yang lain seperti tsunami, tanah longsor, kebakaran, pergeseran struktur tanah yang bisa merobohkan bangunan, hingga munculnya wabah penyakit.
2. Gunung Meletus
Gunung berapi yang meletus akan memuntahkan abu vulkanik, lahar, lava, uap panas dan berbagai material lainnya yang bisa merusak lingkungan. Dampak yang ditimbulkan bergantung dari besar kecilnya letusan yang terjadi.Beberapa dampak yang merugikan manusia seperti merusak bangunan, memunculkan gas beracun atau udara kotor yang mengganggu pernapasan. Namun, ada pula dampak positif bagi alam, seperti tanah yang menjadi subur akibat tercampur dari material yang dikeluarkan oleh gunung.
3. Tsunami
Tsunami merupakan bencana alam yang berkaitan dengan gelombang lautan yang dapat bergerak ke segala arah hingga mencapai jarak ribuan kilometer. Daya kerusakan yang ditimbulkan tergantung kekuatan gelombang dan letaknya terhadap pusat gangguan.Biasanya, tsunami dipicu oleh gempa bawah laut, letusan gunung berapi di bawah laut, longsor di bawah laut, dan hantaman meteor yang mencapai bumi. Selain menimbulkan kerusakan dan mengganggu stabilitas ekonomi, tsunami juga berpotensi memunculkan wabah karena benda-benda kotor akibat sapuan gelombang.
4. Badai
Badai atau sering disebut angin siklon tropis, merupakan keadaan cuaca ekstrim, yang bisa dipicu oleh hujan es, badai salju, pasir, hingga debu dan lebih sering terjadi di atas lautan. Meski begitu, dengan mengikuti arah angin dan kekuatan yang besar, bisa mencapai daratan dan menimbulkan berbagai kerusakan.Melihat dari penyebabnya, akhir-akhir ini juga beberapa pakar menyebutkan aktivitas manusia bisa memicu lebih banyak terjadi badai. Kenaikan permukaan air laut saat akibat dari pemanasan global yang tidak terkendali, akan menyebabkan kemunculan badai dan perubahan iklim.
5. Hantaman Benda Langit
Benda langit yang berukuran sangat besar dan menghantam Bumi, meski jarang terjadi namun berpotensi merusak lingkungan. Tidak hanya meteor atau asteroid, ilmuwan memprediksikan akan lebih banyak lagi benda angkasa yang menjadi ancaman bagi Bumi, termasuk benda-benda yang belum diketahui identitasnya.Sistem Tata Surya memang tak pernah sepi dengan berbagai peristiwa di dalamnya. Setidaknya diprediksikan sebanyak 100 ton benda dari angkasa menghantam Bumi setiap harinya. Jika lapisan atmosfer semakin menipis yang disebabkan karena ulah manusia, bencana akibat hantaman benda langit tidak bisa dihindari lagi.
Kerusakan Lingkungan Akibat Ulah Manusia
Kerusakan lingkungan umumnya terjadi karena aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berikut beberapa contoh bencana yang menyebabkan rusaknya alam dan berdampak buruk bagi manusia sendiri1. Banjir
Banjir menjadi bencana yang lumrah terjadi. Selain karena curah hujan yang tinggi, penyebab banjir berdasarkan faktor alam adalah letak suatu wilayah dan kondisi topografis yang akan berpengaruh pada aliran air.Sedangkan penyebab yang dikarenakan ulah tangan manusia yang paling sering terjadi adalah membuang sampah sembarangan, penebangan hutan secara liar, mendirikan bangunan di daerah resapan, dan mengubah pengaturan drainase tanpa memperhatikan amdal.
2. Tanah Longsor
Selain banjir, hujan deras juga memicu terjadinya tanah longsor. Kondisi morfologi dan geologi suatu daerah juga dapat menentukan tinggi rendahnya resiko longsor. Seperti banyaknya tebing dan lereng terjal lainnya, struktur tanah yang kurang padat, hingga batuan yang kurang kuat.Berbagai aktivitas manusia juga tidak luput menyebabkan tanah longsor. Seperti penggundulan hutan, penataan lahan yang kurang tepat, beban tambahan pada tanah yang kurang padat, hingga timbunan sampah di tempat pembuangan akhir.
3. Deforestasi
Secara sederhana, deforestasi merupakan berkurangnya tutupan suatu wilayah dari berhutan menjadi tidak berhutan atau tutupan lainnya. Tingginya angka deforestasi akan sangat berpengaruh pada emisi karbon.Penyebab deforestasi yang umum terjadi adalah kebakaran hutan baik disengaja maupun proses alami, alih fungsi lahan untuk perkebunan atau pertanian, pertambangan dan pengeboran sumber daya alam, serta perambahan hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia baik legal maupun ilegal.
Berkurangnya tutupan hutan akan sangat mengganggu stabilitas alam. Sebab, banyaknya bencana alam tidak bisa terlepas dari kondisi hutannya seperti penggundulan yang menyebabkan banjir, kekeringan karena terganggunya siklus air, pemanasan global dan perubahan iklim karena berkurangnya cadangan karbon, hingga punahnya flora dan fauna.
4. Abrasi
Secara alami, abrasi atau pengikisan tanah pada daerah pantai, diakibatkan oleh gelombang dan arus laut yang sifatnya merusak. Tapi, sering juga terjadi karena tidak seimbangnya kondisi alam di sekitar pantai disebabkan perilaku manusia.Eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya laut, pemanfaatan pesisir sebagai tempat wisata dan resort yang melebihi kapasitas, penambangan pasir hingga pemanasan global berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kerusakan garis pantai.
5. Polusi Laut
Tidak hanya udara, polusi juga bisa terjadi di laut dan menyebabkan degradasi lingkungan. Kondisi ini diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti membuang sampah di perairan, industri pengolahan hasil laut, pembuangan unsur radioaktif, tumpahan minyak dalam transportasi laut, kegiatan penambangan, maupun aktivitas lainnya.Temuan polusi laut akan berdampak bagi ekosistem dan kesehatan. Seperti terganggunya ekosistem, habitat, biota laut, dan penyusutan kualitas lingkungan di pesisir pantai. Sekaligus berdampak pada kesehatan jika mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi zat kimia berbahaya, juga secara ekonomi menurunkan kesejahteraan nelayan.
Cara Melestarikan Bumi Yang Bisa Dilakukan Dari Rumah
Dilansir dari Pusat Riset Politik BRIN berdasarkan pengalaman di berbagai negara, menunjukkan bahwa perempuan mampu memainkan peran yang sejalan dengan tujuan global dalam perubahan iklim yaitu mitigasi dan adaptasi. Perempuan dianggap memiliki pengalaman, naluri dan pengetahuan akan local wisdom dalam menjaga kelestarian alam.
Tanggung jawab perempuan baik dalam rumah tangga maupun komunitas masyarakat telah memungkinkan mereka untuk mengembangkan berbagai strategi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan akibat pemanasan global. Selain itu kapasitas perempuan juga berkontribusi untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa dalam situasi bencana alam.
Dengan demikian, sebagai ibu yang punya peran strategis dan pengambil kebijakan penting dalam urusan rumah tangga, sesederhana apapun dapat melakukan upaya mitigasi terkait dengan cara melestarikan bumi untuk pencegahan dampak perubahan iklim. Seperti melakukan hal-hal berikut:
1. Memilah dan mengolah sampah
Sudah menjadi rahasia umum bahwa sampah setiap hari menyumbang kerusakan besar pada lingkungan. Sampah organik mungkin dapat dapat terdegradasi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Namun sampah plastik, butuh waktu puluhan hingga ratusan tahun.Meski demikian, catatan dari berbagai negara menyebutkan sepertiga dari makanan yang dimaksudkan untuk konsumsi manusia, sekitar 1,3 miliar tonnya terbuang dan menyumbang sekitar 4,4 gigaton emisi gas rumah kaca setiap tahunnya. Sampah makanan ini bisa berasal dari hasil yang rusak, pengolahan yang belum maksimal, terbuang karena alasan estetika, hingga sisa makanan konsumsi.
Untuk itu, sebagai ibu kita bisa lebih bijak dalam mengelola sampah rumah tangga baik itu organik maupun anorganik. Seperti mendaur ulang kertas atau plastik, mengolah sampah organik menjadi eco enzym maupun kompos, atau yang paling sederhana melakukan perencanaan yang matang untuk penghematan dan agar tidak ada yang terbuang sia-sia.
2. Menghemat penggunaan air
Menghemat air, tentu akan sangat berpengaruh pada pembuangan limbahnya yang berakhir di lautan. Semakin banyak air yang kita gunakan, limbah yang dibuang pun akan semakin banyak dan berpengaruh pada ekosistem sungai maupun laut.Beberapa contoh penghematan air yang bisa dilakukan adalah menutup keran air jika tidak digunakan, segera memperbaiki atau mengganti jika keran bocor, menampung air bekas cucian sayur dan buah kemudian menggunakannya untuk menyiram tanaman, mencuci pakaian dalam jumlah banyak, bagi yang punya bisa menggunakan shower yang menghabiskan lebih sedikit air dibanding dengan gayung.
3. Menghemat listrik
Hidup di era digitalisasi dan otomasi, listrik menjadi energi yang tidak terpisahkan dalam hidup kita. Sementara, sumber tenaga listrik saat ini lebih banyak berasal dari batu bara. Dengan menghemat pemakaian listrik, akan menghemat pula penggunaan batu bara.Menghemat listrik dapat dilakukan dengan cabut kabel berbagai alat elektronik ketika tidak digunakan, merawat peralatan elektronik secara teratur, memilih peralatan hemat energi, memasang saklar pintar, memasang panel surya untuk energi cadangan, dan sering membuka jendela untuk mengurangi penggunaan lampu.
4. Bercocok tanam
Upaya pelestarian lingkungan dapat dilakukan dengan bercocok tanam di rumah masing-masing. Bisa dimulai dengan menata pekarangan rumah agar bisa menentukan tanaman apa yang akan digunakan untuk penghijauan. Seperti memilih tanaman telang yang mudah ditanam dan dibudidayakan.Dalam bercocok tanam pun kita bisa memanfaatkan barang-barang bekas untuk dijadikan pot maupun hiasan taman. Dengan adanya berbagai tumbuhan, juga memudahkan kita bijak dalam penggunaan air. Seperti, menampung air hujan, menggunakan air bekas cucian sayur atau buangan akuarium untuk menyiram.
Jika tanaman sudah diperbanyak dan berkembangbiak, dibagikan pada orang-orang agar ikut bercocok tanam pula atau saling tukar dengan tanaman milik teman. Hal ini akan menjadikan lebih banyak yang terlibat dalam penghijauan untuk menjaga lingkungan.
5. Mengurangi konsumsi daging
Mengurangi konsumsi daging ternyata bisa untuk melestarikan lingkungan. Sebab, untuk mengembangkan peternakan tentu butuh lahan yang luas sehingga banyak yang akhirnya melakukan penggundulan hutan.Sebagai selingan sumber protein hewani, kita bisa mengkonsumsi protein nabati hasil dari kebun sendiri atau belanja dari petani lokal. Pemilihan ini dinilai lebih menjaga keberlanjutan dan ketahanan pangan lokal.
Meski tidak sepenuhnya menghindari daging, pembatasan konsumsinya juga akan bermanfaat bagi kesehatan. Sekarang ini, bisnis makanan sehat banyak berkembang. Produsen-produsen kreatif memadukan pangan sehat dengan artisan yang melahirkan olahan tumbuhan tapi punya cita rasa mirip masakan daging.
Para ibu juga bisa belajar menerapkannya, terutama yang anggota keluarganya alergi dengan protein hewani tertentu. Dengan pengolahan yang tepat, nutrisi tubuh tetap terpenuhi meski harus mengurangi konsumsi daging.
6. Mengurangi penggunaan barang sekali pakai
Barang sekali pakai berpotensi menambah jumlah sampah rumah tangga. Untuk itu, ibu bisa menyediakan perlengkapan yang bisa dipakai lagi. Seperti menyediakan botol minum, wadah makan, sedotan dari bambu atau besi, selalu membawa kantong belanja dari rumah, hingga pemilihan popok, pembalut, dan spon cuci yang bisa digunakan ulang.Akhir-akhir ini, gerakan ramah lingkungan dimulai dari cara yang paling sederhana, termasuk berdasarkan pemakaian barang yang ramah lingkungan. Untuk itu, ibu sebagai decision maker, bisa sekaligus mengedukasi anggota keluarga lainnya dari alasan menggunakan bahan yang sustainable hingga menyediakannya.
7. Bijak dalam berbelanja
Berbelanja sudah barang tentu lekat dengan para ibu. Baik itu untuk pemenuhan kebutuhan maupun menyalurkan hobi. Siapa sangka, belanja juga akan berpengaruh dalam menjaga bumi.Seperti belanja online yang akan menambah jumlah sampah dari bungkus yang dipakai. Terkadang tidak hanya selapis, demi keamanan produk sampai ke pembeli, seller tidak ragu-ragu membungkusnya berlapis agar tidak mudah pecah. Belum lagi jarak tempuh paket yang harus dibawa oleh kendaran, bisa saja menambah emisi karbon.
Untuk itu, jika yang dibutuhkan tersedia di toko terdekat, kita bisa membelinya langsung dengan membawa kantong belanja sendiri. Selain untuk membantu usaha di sekitar, kita juga berperan mengurangi sampah dan polusi. Apalagi jika membelinya dengan berjalan kaki atau bersepeda.
Hal lain yang bisa dilakukan adalah membeli barang preloved. Banyak barang yang bisa dibeli dari barang bekas tapi masih layak digunakan dengan fungsi yang masih sama. Membeli barang-barang secondhand, selain untuk berhemat juga mengurangi jumlah dan kegiatan produksi. Otomatis, akan mengurangi limbah pabriknya juga.
8. Memilih transportasi publik atau berjalan kaki
Sebagaimana yang sudah disebutkan bahwa kendaraan berpotensi menambah emisi gas rumah kaca, maka kita bisa memilih transportasi publik, menaiki kendaraan ramah lingkungan, atau cara yang paling sederhana dan menyehatkan adalah berjalan kaki.Kendaraan akan menghasilkan asap yang menyebabkan polusi udara. Sementara bahan bakarnya yang masih menggunakan bahan bakar minyak, akan meningkatkan emisi karbon. Untuk itu, sebagai individu dengan mobilitas tinggi, pemilihan moda transportasi akan berdampak bagi lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung.
9. Menyusui
Siapa sangka menyusui sebagai proses alami yang harus dilalui seorang ibu ternyata berdampak positif bagi lingkungan. Hah, kok bisa? Terlepas dari pro dan kontra menyusui itu sendiri serta manfaatnya bagi kesehatan, proses ini dinilai mampu menyelamatkan planet Bumi.Mengutip dari sebuah tulisan dalam salah artikel yang diterbitkan The Conversation, baru-baru ini terungkap sains terkait menyusui dan perubahan iklim. Bahwa menyusui mengekstraksi sedikit sumber daya alam, seperti air atau tanah, tidak menghasilkan emisi karbon, dan minim atau nol limbah.
Sebagaimana anjuran medis bahwa menyusui sebagai KB alami, pemberian ASI mampu menekan ovulasi, sehingga membantu pembatasan jumlah anggota keluarga secara natural. Hal ini bisa menjaga sumber daya Bumi dari dampak yang ditimbulkan oleh manusia, sekaligus memastikan anak-anak sebagai generasi penerus tetap sehat.
Tidak cukup sampai disitu, sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa menyusui selama enam bulan menghemat 95-153 kg CO₂e (carbon dioksida ekuivalen) untuk tiap bayi dibandingkan dengan pemberian susu formula. Tentu hal ini akan berdampak pada penghematan emisi karbon.
Belum lagi dalam pembuatan susu formula yang memerlukan sekitar ribuan liter air per kilo susu. Ditambah dengan penggunaan bahan-bahan seperti minyak kelapa sawit untuk kebutuhan mineral dan vitamin bagi pertumbuhan bayi. Serta proses sterilisasi agar layak dikonsumsi yang harus dipanaskan dengan suhu tertentu.
Sebuah riset menunjukkan bahwa 550 juta kaleng susu formula, 86.000 ton logam, dan 364.000 ton kertas yang dibuang ke TPA setiap tahunnya. Belum lagi, pengalaman para ibu yang biasanya menyusui, akan berpengaruh pada periode haid pasca melahirkan yang datang lebih lambat. Tentu ini akan mengurangi pula sampah pembalut dan tampon.
Penutup
Kerusakan alam terjadi semakin cepat seiring dengan aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya, baik itu konsumsi maupun produksi. Pada akhirnya, usaha yang dianggap wajar ini ternyata akan menimbulkan efek rumah kaca dan pemanasan global yang mengancam kelangsungan hidup manusia.Termasuk aktivitas dalam lingkup rumah tangga yang tanpa disadari menyumbang banyak sampah dan limbah yang merugikan lingkungan. Sosok ibu dengan peran sentralnya, diharapkan mampu menjadi penggerak dalam upaya menjaga lingkungan melalui cara melestarikan bumi dari rumah, dimulai dari hal paling kecil dan sederhana sekalipun.
Referensi:
https://politik.brin.go.id/kolom/etnisitas-gender-agama/perempuan-dan-dampak-perubahan-iklim/
https://komitmeniklim.id/perempuan-dan-perubahan-iklim/
https://news.unika.ac.id/2021/06/peran-ibu-untuk-bumi/
https://theconversation.com/menyusui-bisa-membantu-menghadapi-perubahan-iklim-ini-penjelasan-akademisi-126145
https://betahita.id/news/lipsus/5832/10-masalah-lingkungan-terbesar-2020-sampah-sampai-deforestasi.html?v=1614581242
https://hijauku.com/2021/02/13/bukti-pencemaran-ekosistem-merusak-lingkungan-dan-kesehatan/
https://www.harianhaluan.com/lifestyle/pr-101275132/penyebab-kerusakan-lingkungan-beserta-upaya-pelestarian-lingkungan
aku baru tahu kalau mengASIhi bisa ikut sumbangsih merawat bumi heheh. Alhamdulillah
BalasHapusBeneran baru tahu aku yang poin menyusui MasyaAllah yaaa....
BalasHapusMasyaAllah banyak juga ya peran Ibu untuk tetap melestarikan bumi...
BalasHapusAku baru tahu ini mbak menyusui menjadi cara melestarikan bumi.
BalasHapus