header blog terbaru

Menerapkan Frugal Living Dengan Bijak Untuk Menjaga Kelestarian Alam

9 komentar
Pandemi COVID-19 telah mengubah banyak aspek kehidupan. Salah satu yang terdampak cukup besar adalah dalam bidang ekonomi yang menyebabkan ketidakpastian. Kondisi pasar dunia yang fluktuatif dan ancaman resesi, membuat keresahan akan stabilitas pekerjaan dan pendapatan.

Sementara itu, harga barang dan jasa kian mengalami kenaikan. Biaya hidup yang semakin tinggi, perlahan mengubah daya beli dan mendorong orang untuk terliterasi dalam hal finansial. Mulai terjadi perubahan prioritas konsumen yang lebih mementingkan kebutuhan dibanding keinginan.

Salah satu strategi yang sedang populer dibicarakan untuk menghadapi keresahan ekonomi ini adalah frugal living. Gaya hidup satu ini digadang-gadang mampu melindungi kestabilan keuangan hingga menjaga kelestarian lingkungan. Benarkah demikian?
 

Sekilas Tentang Frugal Living

Konsep frugal living pada dasarnya mengacu pada prinsip pengeluaran tidak lebih besar dari pendapatan dengan menerapkan gaya hidup hemat. Di tengah maraknya kemudahan berbelanja dan hutang melalui kecanggihan teknologi, adanya frugal living ini bak angin segar yang menyadarkan banyak orang.

Untuk mempraktekkannya tentu saja tidak mudah. Perlu dilandasi kesadaran penuh agar bisa membedakan kebutuhan dasar dengan pengeluaran yang sifatnya untuk kesenangan semata. Dibutuhkan pula kemampuan mengontrol diri dan disiplin terhadap keuangan.

Sejarah Frugal Living

Jika menilik pada sejarah dan budaya, praktek frugal living bukanlah hal yang baru. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, telah dikenalkan untuk tidak berlebih-lebihan dan juga konsep zuhud yang menekankan pada hidup sederhana serta meninggalkan segala sesuatu yang membuat jauh dari Allah–dalam hal ini kesenangan duniawi.

Dalam sejarah Romawi, para filsuf seperti Seneca dan Epictetus juga telah meletakkan dasar tentang gaya hidup hemat. Berdasarkan filosofi bahwa kebahagiaan seseorang itu bersumber dari hal-hal yang bisa dikendalikan, kita bisa menerapkannya untuk mengontrol pengeluaran yang tidak perlu.

Melansir dari pajak.com, cikal bakal tren frugal living dimulai pada tahun 1992 digagas oleh Vicky Robin dan Joe Dominguez. Sebuah gerakan di Amerika Serikat (AS) bernama Financial Independence Retire Early (FIRE) pada tahun 1992, mencetuskan untuk pensiun sebelum usia 40 tahun.
 
Akibat krisis keuangan di AS pada tahun 2007-2008, gerakan FIRE semakin diminati masyarakat yang harus membatasi pengeluaran dan lahirlah tren hidup sederhana. Dari gerakan ini pula terbitlah buku “Your Money or Your Life” yang banyak direkomendasikan sebagai referensi seputar frugal living.

Beberapa pakar finansial mengatakan, frugal living juga hadir sebagai respon dari sebuah kecemasan akan perilaku konsumtif masyarakat karena perkembangan teknologi dan digitalisasi. Transformasi ini membuat orang semakin mudah menghabiskan uang dengan berbelanja menggunakan aplikasi.

Miskonsepsi Penerapan Frugal Living

Maraknya kampanye frugal living yang dilakukan oleh publik figur, influencer, dan sebagian orang yang merasakan manfaatnya, tidak hanya mengundang respon positif. Dalam prakteknya, ada yang pada akhirnya terkesan pelit dan kikir terhadap diri sendiri maupun orang lain.

Frugal living perlu didasari dengan mindfulness. Meningkatkan kontrol diri dalam hal keuangan tidak serta merta memangkas habis pengeluaran. Jangan sampai demi penghematan justru menyengsarakan diri sendiri dan berdampak pada kesehatan mental.

Oleh karena itu, perlu dimulai dengan sadar akan kebutuhan dan kekuatan finansial. Bukan sekedar mengikuti trend ataupun merasa takut tertinggal ketika kebanyakan orang sudah mencapai financial secure.

Praktek frugal living yang tepat, juga bisa mengurangi stress. Dengan mengetahui peta keuangan, jadi lebih mudah menjaga cash flow tetap positif. Bisa menjalankan hidup sederhana dengan penuh kesadaran tanpa khawatir lagi ancaman ekonomi yang tidak pasti.

Frugal Living Untuk Kelestarian Lingkungan

Gaya hidup frugal selain mengupayakan stabilitas keuangan dan menjaga kesehatan mental, ternyata juga dirasa lebih ramah lingkungan. Berhemat akan mendorong orang mengurangi kepemilikan barang dan lebih menghargai apa yang dimiliki.

Dengan demikian, secara tidak langsung akan mengurangi permintaan terhadap suatu barang yang juga mempengaruhi penggunaan energi dan jumlah limbah industri mulai dari produksi hingga distribusi. Sekaligus mendorong orang untuk lebih kreatif dengan mendaur ulang sehingga berkurang pula jumlah sampah.

Cara Menerapkan Frugal Living Untuk Menjaga Kelestarian Alam

cara menerapkan frugal living
Perubahan iklim menjadi isu yang belakangan marak dibicarakan. Bersamaan dengan kekacauan ekonomi pasca pandemi, kini mulai banyak ajakan untuk lebih memperhatikan gaya hidup yang berkelanjutan.

Konsep pengaturan keuangan dalam menjalankan frugal living, bisa diselaraskan dengan penerapan sustainable living. Agar tidak hanya aman secara finansial, tapi juga bisa mengurangi emisi karbon. Berikut cara sederhana yang bisa dilakukan:

1. Bijak dalam berbelanja

Sekarang ini, berbelanja bukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan tapi juga sebagai sarana menyalurkan kesenangan. Seperti hobi, mengoleksi barang tertentu, atau dalam rangka mengikuti gengsi.

Perkembangan teknologi membuat membeli kebutuhan semakin mudah secara online. Tapi, pernahkah terpikir jika belanja online juga menambah jumlah sampah dari pembungkus paket agar tetap aman sampai konsumen? Belum lagi polusi yang dihasilkan oleh kendaraan pembawa paket yang menempuh jarak panjang dari penjual hingga pembeli.

Meski terkadang belanja online dirasa lebih murah dengan diskon ongkos kirim, kita perlu mempertimbangkan dampaknya bagi lingkungan. Jika memungkinkan untuk membeli langsung, bisa diupayakan mencari toko terdekat. Selain bisa membawa kantong belanja dari rumah, boleh juga lho kalau jalan kaki atau bersepeda saat menuju lokasi.

2. Memilah dan mengolah sampah

Sampah menjadi masalah global yang berpengaruh besar pada emisi karbon. Baik itu sampah organik maupun anorganik yang penguraiannya butuh waktu lama. Dimana-mana, kini mulai bingung menghadapi limbah konsumsi manusia itu sendiri.

Menerapkan hidup hemat tidak hanya sebatas mengurangi daya beli. Namun juga membuat orang berani memanfaatkan kembali barang-barang yang sudah tidak terpakai. Seperti memilah dan mengolah sampah dapur menjadi eco enzym yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk maupun berbagai jenis pembersih perabotan rumah hingga sabun mandi.

3. Menghemat penggunaan listrik dan air

Masih banyak dari kita yang sering melakukan pemborosan dalam penggunaan listrik dan air. Seperti membiarkan kabel dari alat elektronik tetap terpasang meski tidak digunakan, tidak segera memperbaiki kran yang rusak, bahkan tidak memanfaatkan bekas cucian sayur atau buah untuk menyiram tanaman.

Penggunaan air dan listrik yang tidak terkontrol tentunya akan menaikkan tagihan bulanan. Dengan menerapkan frugal living, membantu kita untuk menggunakan listrik dan air seperlunya, dan jika memungkinkan juga memasang sumber energi cadangan yang lebih ramah lingkungan seperti panel surya. Meski di awal instalasinya memakan biaya yang tidak sedikit, tapi pemakaian selanjutnya akan lebih menghemat.

4. Bercocok tanam

Memanfaatkan pekarangan rumah untuk bercocok tanam bisa mendukung penghematan pengeluaran. Kita bisa mengolah hasil panen untuk konsumsi tanpa harus membeli dan menambah sampah kemasan.

Di sisi lain, dengan adanya tanaman di sekitar rumah juga bermanfaat bagi lingkungan. Bisa untuk area tadah hujan, menyiram tanaman dengan air sisa cucian buah maupun sayur, dan yang pasti rumah akan tampak lebih asri.

5. Mengatur pola makan

Mengatur menu harian di keluarga akan berpengaruh pada pengeluaran. Apalagi jika menyesuaikan kebutuhan nutrisi harian sehingga tidak ada sisa makanan yang terbuang sia-sia.

Bisa juga dengan mengurangi konsumsi daging tanpa mengabaikan kebutuhan protein hewani. Sebab, daging hewan yang kita konsumsi dikembangkan di peternakan yang untuk menyiapkan lokasinya tidak sedikit yang akhirnya menggunduli hutan.

Semakin banyak permintaan daging tentu akan semakin tinggi pula laju deforestasi. Belum lagi jika meninjau dari sisi ketersediaan rantai makanan di alam yang menurunkan populasi hewan tertentu dan menyebabkan kepunahan.

6. Memilih transportasi publik atau berjalan kaki

Memilih moda transportasi akan berdampak pada lingkungan secara langsung maupun tidak langsung. Baik itu polusi udara karena pemakaian, atau emisi karbon dari bahan bakar yang digunakan.

Jika jarak tempuh tidak terlalu jauh, kita bisa mempertimbangkan berjalan kaki yang selain hemat juga baik untuk kesehatan. Atau bisa memanfaatkan transportasi publik untuk mengurangi jumlah kendaraan penghasil polusi.

7. Menyusui

Tidak banyak yang tahu bahwa proses alami yang dilewati seorang ibu untuk memberi nutrisi terbaik bagi anaknya, juga bisa mengurangi emisi karbon. Menyusui di rasa lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pemberian susu formula.

Meski selalu ada pro dan kontra terkait pemberian ASI eksklusif dan kondisi medis tertentu yang mengharuskan mengkonsumsi susu formula, dengan menyusui akan lebih sedikit mengekstrak sumber daya alam. Selain itu juga tidak menghasilkan emisi karbon dan nol limbah.

Melansir dari The Conversation, berdasarkan sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Cleaner Production, menyusui selama enam bulan menghemat 95-153kg CO₂e (carbon dioksida ekuivalen) per bayi dibandingkan dengan pemberian susu formula. Sedangkan untuk produksi susu bubuk, diperlukan sekitar 4.700 liter air per kilo susu.

Belum lagi jika membicarakan bahan-bahan yang digunakan seperti minyak kelapa sawit untuk kebutuhan mineral dan vitamin bagi pertumbuhan bayi. Juga limbah kemasan karton maupun kaleng yang dibuang setiap harinya. Maka, mempertimbangkan untuk menyusui jadi salah satu langkah sederhana menyelamatkan Bumi.

8. Menggunakan produk ramah lingkungan

Belakangan, mulai gencar produk-produk ramah lingkungan. Mulai dari makanan, minuman, fashion, peralatan rumah tangga, hingga produk kecantikan. Meskipun identik dengan harga yang lebih mahal, ternyata tidak sedikit orang yang mempertimbangkan produk ramah lingkungan dalam mendukung frugal living.

Selain penggunaan bahan yang eco-friendly, produk-produk ramah lingkungan ini juga memudahkan penggunanya untuk mendaur ulang. Ada pula yang menekankan pada multipurpose sehingga satu produk bisa untuk banyak manfaat.

Sebagaimana produk-produk kecantikan yang kini mendukung skin minimalism. Dalam satu produk skincare misalnya, bisa mencangkup tiga fungsi toner-serum-essence yang tentu saja memudahkan penggunaan dan mengurangi sampah kemasan maupun limbah produksi.

Frugal Living Untuk Gaya Hidup Berkelanjutan

Menerapkan frugal living bukanlah hal yang mudah. Perlu diawali dengan niat yang lurus, dan kemampuan mengenali diri sendiri agar dalam melaksanakannya tepat sasaran dan lebih konsisten.

Tidak hanya tentang membatasi pengeluaran untuk penghematan, frugal living memungkinkan seseorang lebih bersiap menghadapi tantangan zaman di masa mendatang. Punya pandangan keberlanjutan secara finansial, sekaligus praktek gaya hidup yang lebih berpotensi menjaga lingkungan tetap lestari.



Referensi:
https://www.cermati.com/artikel/frugal-living
https://instiki.ac.id/2023/08/03/mengenal-tren-gaya-hidup-frugal-living/

Related Posts

9 komentar

  1. Setuju sih kalau mau mengaplikasikan frugal living harus bijak banget, kalau tidak demikian bisa-bisa kita bukan frugal living, tapi bisa menjadi kategori pelit pada diri sendiri dalam menjalankan hidup.
    Menjalankan frugal living dengan bijak tidak hanya bermanfaat untuk kehidupan sendiri, tetapi juga akan berdampak positif pada lingkungan dan atau alam sekitar

    BalasHapus
  2. Saya baru mengenal istilah frugal living, sepakat dengan gaya hidupnya, kembali ke kesederhanaan ya kalau saya simpulkan, makan, belanja, konsumsi secukupnya. Tidak berlebihan, menggunakan transportasi umum yang tentunya juga akan mengurangi emisi karbon.

    BalasHapus
  3. Aku yang suka jajan ini apa bisa menerapkan frugal living ya, wkwk. Ternyata luas juga ya dampaknya bisa pada lingkungan juga. Tapi, aku kurang setuju kalau menyusui. Ibu menyusui booster nya juga banyak mbak. Dari mulai suplemen sampai yg bikin bahagia seperti checkout belanja online dan jalan², haha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tetap kebahagiaan ibu menyusui harus diperhatikan yang paling utama ya mba, agar mood nya selalu dalam keadaan baik hehehe

      Hapus
  4. Frugal living ini sebenernya sudah sering ditetapkan sejak masa kakek nenek dan orang tua kita. Istilah ini mungkin tidak asing untuk beberapa kalangan. Istilah ini hits setelah fyp tiktoker yang katanya menerapkan frugal living tapi dengan banyak tanggapan pro kontranya. Membuat pengeluaran lebih sedikit drpd pengeluaran memang PR banget ya, pdhal hal bijak kecil bisa diterapkan untuk menekan pengeluaran sehingga kita bisa menerapkan frugal living

    BalasHapus
  5. kunci penerapan frugal living terletak pada sadar akan kebutuhan dan kekuatan finansial ya kak. Mengerem pengeluaran sebijak mungkin untuk mendapatkan sistem keuangan yang pas di dapur sendiri.

    BalasHapus
  6. Setuju banget dengan konsep frugal living yang kayak gini. Beberapa kali sliweran konten soal frugal living yang kesannya nyiksa diri. Intinya kan hidup sewajarnya dan bahagia. Asalkan punya alasan dan tahu seberapa besar value barang yang kita beli, konsep hidup itu aja udah cukup.

    BalasHapus
  7. Tanpa disadari trnyata aku udah menerapkan frugal living ini sbelum jdi viral sprti skrang. Indeed bgt mba saat dikaitkan dgn kelestarian lingkungan, scra polusi saat ini sudah sangat mengkhawatirkan

    BalasHapus
  8. maraknya frugal living di media sosial malah jadi ada salah pengertian ya kak, dan benar, frugal living harus dijalankan dengan bijak dan berkelanjutan supaya bisa menjadi pembiasaan

    BalasHapus

Posting Komentar