header blog terbaru

Perjuangan Memerdekakan Diri Untuk Menjadi Ibu Yang Bahagia

Posting Komentar
perjuangan memerdekakan diri
Bukanlah hal yang mudah menjalani hari-hari sebagai ibu rumah tangga. Meski sejak sebelum menikah dengan sadar saya ingin mencurahkan potensi untuk profesi satu ini, ternyata prakteknya tetap membuat saya insecure.

Bukan lagi tentang iri pada pencapaian perempuan lainnya. Tapi lebih pada bagaimana saya menghadapi diri sendiri agar tidak berlarut-larut terjebak pada perasaan tak berharga. Pada akhirnya menimbun sampah emosi yang membuat saya mengalami burnout.

Untuk bangkit dari kondisi keterpurukan, saya memilih mengubah mindset dengan lebih senang menggunakan istilah stay-at-home-mom dibanding full-time mom. Sebab, ibu bekerja bukan berarti ia tidak menjadi seorang ibu sepenuhnya. Begitu pula sebaliknya, ibu rumah tangga bukan berarti ia tidak bekerja.

Ibu tetaplah ibu, yang menjadi jantung emosi di keluarga. Dalam kondisi apapun, ia adalah sosok yang menjadi sumber kebahagiaan anggota keluarga lainnya. Meski terkadang harus mengesampingkan kebutuhan dirinya.

Sementara itu, berdasarkan survey World Values ​​Survey-European Values ​​Survey (WVS-EVS) dan General Social Survey (GSS) pada lebih dari 600.000 responden dari 115 negara, memperlihatkan bahwa ibu yang berada di rumah sama bahagianya dengan ibu yang bekerja. Mereka beranggapan menjadi ibu rumah tangga sama memuaskannya dengan bekerja untuk mendapatkan upah.

very happy by work status

Lalu, mengapa stigma yang berkembang di sekitar saya justru ibu rumah tangga selalu dibentur-benturkan dengan ibu bekerja? Bahkan, menjadi kelompok yang paling rentan terganggu kesehatan mentalnya?

Tentu akan ada banyak faktor. Tapi, dari hasil survey tersebut saya mendapatkan insight bahwa bagaimana respon terhadap suatu keadaan itu tergantung dari mindset. Sebab, secara alamiah kita telah dibekali kemampuan untuk mengenali hal negatif sebagai bentuk adaptasi terhadap hal-hal yang berpotensi menjadi ancaman.

4 Cara Untuk Memperjuangkan Kebahagiaan Ala Ibu Rumah Tangga

Mencapai kebahagiaan adalah tugas yang perlu dilakukan oleh diri kita sendiri. Bukan tanggung jawab orang lain, meski bisa dilakukan bersama. Menurut The Encyclopaedia Britannica 2023, dalam sudut pandang psikologis kebahagiaan lebih diartikan sebagai kondisi emosi positif yang dialami seseorang pada momen spesifik tertentu.

Penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa kebahagiaan justru bisa diperoleh dari momen-momen individual. Itulah kenapa terkadang kita memang perlu waktu untuk sendiri demi menemukan esensi bahagia, bahkan dari cara yang sederhana sekalipun.

Dari situlah saya memberanikan diri untuk melangkah. Dalam perjalanan dan perjuangan untuk menjadi ibu yang bahagia, saya memulai dengan 4 hal berikut:

1. Kembali Mengenali Diri

Sudah menjadi rahasia umum, ketika menjadi ibu sering kali seorang perempuan melupakan aspek-aspek penting dalam hidupnya. Termasuk hal-hal yang disukai, kebutuhan diri, hingga mimpi dan cita-citanya.

Meluangkan waktu untuk menyapa diri kembali juga butuh keberanian. Harus bisa berdamai dengan sisi-sis negatif di masa lalu agar bisa mengenali diri sendiri dengan lebih obyektif. Termasuk melakukan reparenting jika dirasa ada kebutuhan masa kecil yang belum terpenuhi.

Dalam proses ini, bisa dilakukan dengan memetakan kembali tujuan diri sebagai individu, istri, dan ibu. Sekaligus menggali kelemahan dan kekuatan agar bisa mengembangkan potensi dengan optimal.

Jika mengenali diri berjalan dengan baik, maka lebih mudah menanamkan self-love dan membangun self-esteem. Keduanya akan menjadi bekal seorang ibu agar tetap waras di setiap tekanan dan menjadi landasan dalam menguatkan sosial-emosional anak.

2. Memindai Sampah Emosi

Salah satu kebutuhan dasar ibu yang sering terabaikan adalah menyalurkan emosinya. Tanpa sadar, beban pekerjaan yang mungkin hanya sepele, menumpuk menjadi mental load yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan mental para ibu.

Memindai sampah emosi penting dilakukan untuk menghindari stres dan depresi. Cara ini bisa dimulai dengan refleksi dan evaluasi hal-hal yang telah dilalui, termasuk luapan emosi negatif. Dari sini, saya mencoba untuk membuat daftar pemicu stres diurutkan dari yang paling berpotensi hingga berdampak paling sedikit pada emosi.

Dalam jurnal Behaviour Research and Therapy disebutkan bahwa jika seseorang melakukan tindakan berlawanan dari hal yang membuat marah, intensitas emosi akan menurun. Sebagai contoh, ketika marah menunjukkan ekspresi cemberut, maka cobalah untuk tersenyum. Secara perlahan kemarahan itu akan memudar.

Berbekal daftar pemicu stres dan hasil riset di atas, saya pun membuat daftar hal berkembalikan yang sekiranya bisa untuk mengendalikan emosi. Belakangan, cara ini cukup efektif untuk menahan diri agar tidak mudah meledak.

3. Membentuk Support System

Kadang kala yang menjadikan seorang ibu berat menjalani hari-harinya adalah merasa tidak ada support system. Alih-alih menuntut keberadaan mereka, saya mencoba untuk membentuk support system itu sendiri, meski sebenarnya sudah ada suami yang selalu menjadi garda terdepan dalam membantu dan mendampingi.

Membentuk support system menekankan pada hubungan saling memberi dan menerima serta berbagi keahlian. Jika mendapatkan dukungan, sudah semestinya memberikan dukungan balik saat diperlukan. Maka, yang perlu dilakukan adalah membuka komunikasi dan mengidentifikasi orang-orang terdekat.

Tidak ada salahnya juga bergabung dengan komunitas yang membuat kita nyaman membagikan keahlian untuk merawat passion. Ini bisa membantu kita bertemu dengan orang-orang baru dan memperluas sistem dukungan untuk mendapatkan lingkungan yang positif.

4. Memperbanyak rasa syukur

Menghadapi dinamika kehidupan yang penuh tekanan dan tantangan, ada satu sikap yang dapat menjadi penyelamat bagi kesehatan mental kita, yaitu rasa syukur. Merasa bersyukur atas apa yang kita miliki tidak hanya membangkitkan perasaan positif, tetapi juga memiliki dampak luar biasa pada tingkat kesejahteraan emosi.

Rasa syukur membantu kita melihat sisi terang dalam setiap situasi. Dengan fokus pada hal-hal positif dalam hidup, dapat mengurangi tingkat stres dan kecemasan yang sering kali membebani diri dan membantu kita dalam mengembangkan resiliensi.

Memperbanyak rasa syukur bisa dimulai dengan belajar menghargai momen-momen kecil dalam hidup, dan berterima kasih pada diri serta orang-orang di sekitar yang telah turut berjuang. Bisa juga dengan membuat jurnal harian untuk mencatat setidaknya tiga hal yang disyukuri dalam sehari.

full time mother quote
Menjalankan peran sebagai seorang ibu membuat saya menyadari bahwa ibu perlu berjuang untuk memerdekakan diri dari emosi negatif. Sebab, stabilitas emosi ibu menjadi kunci untuk membangun fondasi kesejahteraan keluarga.

Mengupayakan kebahagiaan diri bukanlah tanda egoisme, tetapi sebuah langkah untuk menjaga keseimbangan emosi anggota keluarga lainnya. Dengan merawat diri sendiri, ibu mampu memancarkan kebahagiaan, cinta, dan energi yang lebih besar kepada mereka yang dicintainya.

If mama ain't happy, ain't nobody happy.




Referensi:
Ramos, M.C., Cheng, C.H.E., Preston, K.S., Gottfried, A.W., Guerin, D.W., Gottfried, A.E., Riggio, R.E. and Oliver, P.H., 2022. Positive family relationships across 30 years: Predicting adult health and happiness. Journal of Family Psychology, 36(7), p.1216.
Stone, Lyman. 26 Desember 2022. Number 5 in 2022: Are Stay-at-Home Mothers Really Miserable?. Diakses pada 13 Agustus 2023 dari https://ifstudies.org/blog/number-5-in-2022-are-stay-at-home-mothers-really-miserable
Zavala, Shannon S., Wilner, Julianne G., Robbins, Clair C., Saraff, P., and Danyelle Pagan., 2019. Isolating the effect of opposite action in borderline personality disorder: A laboratory-based alternating treatment design. Behaviour Research and Therapy, 117, p.79-86.

Related Posts

Posting Komentar